“Princess Celene, tolong bawa PR Matematika kemarin,” kata Mr. Hugo, guru pribadinya, saat mereka sudah berada di dalam kelas. Celene terkejut. Aduh! Aku lupa mengerjakan PR gara-gara kemarin keasyikan berkuda, teriaknya dalam hati. Celene bingung harus menjawab apa. Namun, sesaat kemudian dia memasang wajah tanpa dosa. “PR yang mana, Mr. Hugo?” tanyanya manis. Sebelah tangannya sibuk membuka-buka buku catatan. “Kemarin, kan, aku enggak dikasih PR.”
“Anda selalu saja lupa mengerjakan PR,” kata Mr. Hugo galak. “Kali ini apa lagi alasannya? Lucy sakit? Lucy kesepian dan butuh teman? Atau, Lucy ingin jalan-jalan?” Mr. Hugo menyebut nama kuda kesayangan Celene. “Saya tidak mau mendengar alasan lagi! Apalagi, selalu saja Lucy yang jadi alasannya!”
“Tapi, benar, kok. Kemarin aku enggak dikasih PR. Mungkin Anda yang lupa, Mr. Hugo,” lanjut Celene. Dia menatap gurunya dengan matanya yang besar, indah, dan tampak tak berdosa itu.
Mr. Hugo cepat-cepat menutup matanya, lalu menghela napas panjang. Dia tidak ingin terkecoh dengan muka polos muridnya itu. “Tapi, di catatan saya ada!” tegasnya. Dia menunjukkan catatan PR yang tertulis di buku tugasnya. “Ingat, Princess Celene! Anda adalah seorang putri raja sekaligus pewaris kerajaan. Apa jadinya kalau Anda selalu bersikap seenaknya!”
“Aku enggak bohong, kok. Lihat!” Celene menunjuk papan tulis yang kini putih bersih. “Di papan tulis juga enggak ada catatannya, kan?” sambungnya cerdik.
Mr. Hugo menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia ingat kemarin sudah menuliskan PR di papan tulis. Namun, sekarang papan tulis tersebut sudah bersih. Pasti para pelayan yang menghapusnya. Akhirnya, dia hanya bisa mengembuskan napas dengan jengkel. “Baiklah,” Mr. Hugo terpaksa menyerah. “Tapi, mulai hari ini saya sendiri yang akan menulis catatan PR di buku Anda,” katanya tak kalah cerdik. “Nah, karena Princess belum mengerjakan PR yang saya beri, kita harus mengejar ketinggalan.”
“Mengejar ketinggalan bagaimana?”
“Saya terpaksa menambah jam pelajaran Matematika hari ini. Jadi, setelah istirahat nanti, Princess tetap harus masuk ke kelas saya!” ucapnya tegas.
“Tapi, setelah ini, aku ada pelajaran berkuda,” protes Celene yang sudah merindukan Lucy, kuda kesayangannya. Padahal, tadi sebelum sarapan, dia baru saja berkuda bersamanya.
“Nanti saya yang akan memberi tahu guru berkuda Anda. Saya kira Miss Anne akan mengerti,” balas Mr. Hugo yakin. “Sekarang lebih baik Princess kerjakan PR yang saya beri kemarin.”
Kelas menjadi hening. Hanya terdengar suara goresan pena Celene yang sibuk mengerjakan tugas. Celene sengaja menulis dengan keras dan tajam sampai kertas-kertasnya hampir sobek. Mukanya semakin cemberut saat melihat Mr. Hugo tersenyum puas.
“Oke,” terdengar suara Mr. Hugo memecah keheningan. “Sudah waktunya istirahat. Ingat, lima belas menit lagi Princess harus kembali ke kelas saya,” sambungnya mengingatkan.
Dengan enggan Celene mengangguk, lalu berjalan menuju pintu keluar.
Di luar kelas tampak Anya, dayang Celene, berdiri menunggu. Setiap kali Celene ada pelajaran berkuda, Anya bertugas membawakan baju dan perlengkapan berkudanya. Celene tidak mau kehilangan waktu dengan kembali ke kamar hanya untuk berganti pakaian berkuda. Jadi, Celene memilih berganti pakaian di ruang ganti istal. Celene menghampiri Anya dengan langkah tertatih-tatih seperti menahan sakit.
“Anda kenapa, Princess Celene?” tanya Anya terkejut. Tadi pagi Celene baik-baik saja.