Pada akhirnya, penjahatnya menang.

Avieshan
Chapter #11

Permainan di meja makan

-Ivy/Arun

Arun tidak tahu apa yang ia kira akan ia temui saat keluar dari kamar, tapi bukan ini. Arun tidak menyangka penjahat paling ganas di tanah Litania, tinggal di rumah yang sangat… biasa. Maksudnya, untuk seseorang yang memajang tubuh tidak sadarkan diri penjaga kuil untuk menyambut pahlawan, Arun tidak akan menyangka mereka juga tipe orang yang duduk di sofa abu-abu dengan selimut berbulu berwarna merah muda tersampir di atasnya. 

Tentu saja, tidak ada yang salah dengan itu. Hanya saja melihat penjahat tinggal di rumah yang mewujudkan slogan “Live, Laugh, Love adalah sesuatu yang cukup… melemahkan.

Ini bukan berarti Arun bisa santai dan menjatuhkan pertahanan. Kandang singa tetaplah kandang singa, meskipun memiliki cipratan warna kuning dan berbau nasi goreng. Perutnya berbunyi. Night memang bilang akan ada makan malam di meja, tapi Arun tidak akan berjalan kesana begitu saja. 

Arun harus melakukan pendekatan. Masih dengan menjaga ritme nafas, Arun berjalan keluar dari gang di depan kamar, membuat dirinya lebih terlihat oleh suara bersahutan di meja makan yang sepertinya adalah Night dan Day yang sedang bercengkrama. Waktunya memulai permainan.

“Hei, Aku sudah merasa lebih baik.” Arun menyapa lebih dulu, dengan senyum paling ramah yang bisa kuberikan di sela mengatur ritme nafas. 

Tangannya mendingin ketika Night dan Day menoleh bersamaan dan menatapnya. Arun tidak bisa mundur sekarang. Jadi, ia maju, dan menatap Night di matanya. 

“Oh, hai! Ayo duduk!” Di luar perkiraanku, Day lah yang lebih dulu menjawab. 

Arun segera memindahkan kontak mata dan menatap bola mata hitam legam Day yang sama hitamnya dengan rambut awan di kepalanya, kemudian mengangguk. Dengan tangan di samping dan bukannya di kantung sweater yang diberikan, Arun berjalan mendekat, berusaha --sangat berusaha-- untuk tampak lebih percaya diri. 

Day duduk di hadapan Night, menyisakan satu kursi di ujung meja makan. Di satu sisi, ia kecewa karena tidak bisa duduk berhadapan dengan Night dan membuat dirinya terlihat lebih terpercaya, tapi di sisi lain Arun bersyukur pada keajaiban apapun yang membiarkannya tidak duduk di samping salah satu dari mereka. 

Semangkuk nasi goreng yang memancing suara dari perut Arun diletakkan di tengah meja, menunggu disantap. Setidaknya dengan makan dari satu piring, kemungkinan adanya racun di makanan ini sangat kecil. Arun menunggu, memperhatikan perilaku mereka sebelum melakukan sesuatu yang bisa mengganggu dan berpotensi membunuhnya.

Night bergerak lebih dulu. Arun menahan napas berusaha tidak mengernyit saat tangannya menjulur ke tengah meja untuk mengambil sendok nasi. 

‘Jangan paranoid Arun, mereka tidak tahu’ ujar suara di kepalanya. 

Setelah itu mangkuk dipindahkan ke samping Day yang dengan cepat menyendok dengan tatapan yang lapar. Lalu mangkuk itu ada di hadapannya. Arun mengatur nafas, lalu menyendok porsi yang mirip dengan Day, masih dengan senyum di wajah. 

Sendokan pertama, lalu keluarkan serangan selanjutnya.

“Wah, ini sangat lezat!” Seperti itu, berikan mereka validasi. Buat mereka percaya.

Rencananya berhasil, wajah lapar Day bersinar dan tersenyum. Arun berusaha tidak menjatuhkan sendok dan berlari. Sebaliknya, ia menatap singa itu di matanya, dan membalas dengan senyuman.

“Benarkah?!” Day meminta validasi lagi.

Ujian yang mudah.

“Ya! Aku juga suka warnanya, ini pertama kalinya aku memakan nasi goreng berwarna merah muda.” Yang itu bukan bohong, hanya kejujuran yang sesuai. 

Day tertawa, senang egonya dinaikkan. 

“Unik, kan? Aku menggunakan buah naga!” 

‘Apa tadi dia bilang buah naga?’ suara di kepala Arun tidak percaya.

“Oh? Aku tidak tahu hal itu bisa dilakukan,” Arun terdiam sebentar, dari reaksi Day yang terlihat lebih bersemangat, sepertinya sejauh ini aku memainkan semua kartu dengan benar.

Lihat selengkapnya