Pagi baru merekah. Cahaya matahari hangat menerpa rumah mentereng dua kavling di kawasan perumahan elit Jakarta Selatan itu.
Rumah megah tersebut hanya ditinggali tiga penghuni inti: Tuan Handoko, Nyonya Handoko dan putri satu-satunya mereka Andini Handoko. Sementara penghuni yang lain adalah sejumlah pelayan, supir dan tukang kebun yang memastikan ketiga penghuni inti tidak kekurangan satu apa pun.
Andini sudah bangun di pagi buta itu. Dia bahkan sudah keluar dari kamar mandi meskipun dengan wajah muram.
Gadis itu melempar tubuhnya di atas ranjang.
Ah sialan. Kenapa jadi begini?
Dia kembali melihat test-pack yang masih dalam genggaman.
Ada garis dua di test-packnya.
Kini lebih jelas, tidak samar-samar seperti tadi.
Sepertinya gue benar-benar hamil. Kalau Mama dan Papa tahu bisa gawat.
Andini melempar test-pact ke sudut ruangan dengan gusar.
Kalut.
Mati gue. Siapa sih yang “nembak” di dalem. Kan udah dibilang play safe. Sialan.
Kini gadis itu duduk dan mulai berhitung. Sejumlah wajah lelaki melintas satu persatu di kepalanya.
Sayangnya Andini gagal menebak siapa ayah janin yang dikandungnya.
Mukanya merengut kebingungan. Dia tidak menyangka kenikmatan sesaat bisa berimbas seperti ini.