Kantin kampus ramai.
Andini menikmati teh botol sendirian sambil berselancar di dunia maya. Gadis itu mengecek media sosial milik teman-temannya. Saking asyiknya dia tidak sadar ketika ada orang duduk di sampingnya.
“Dee, kok lu ngga bales pesan gue,” kata orang itu.
Andini mengangkat wajahnya. Matanya yang bulat indah itu menatap lelaki di sampingnya.
Tatapan sekilas, kemudian dia kembali ke gadgetnya.
“Gue lagi malas berhubungan dengan orang,” jawab Andini asal-asalan.
“Termasuk sama gue?”
“Iya, termasuk sama lu Rud,” kata Andini pada lelaki di depannya yang ternyata Rudy.
Rudy tersenyum memamerkan deretan giginya yang rapi.
“Pulang yuk,” ajaknya.
“Yuk deh,” Andini bangkit dari duduknya.
Kedua berjalan beriringan ke mobil Rudy. Rudy membuka pintu mobil, dan dengan anggun, Andini masuk ke dalam.
Mobil mewah itu menderum pergi. Meninggalkan debu kemarau yang kering.
Debu yang berterbangan mengenai dua mahasiswa teknik yang sedang nongrong di parkiran.
Mereka adalah Prast dan Rico. Keduanya sedang nongkrong sambil merokok menunggu jam kuliah.
“Enak juga punya mobil mewah, bisa gandeng cewek cantik,” kata Rico. Keduanya memang sedari tadi memperhatikan Andini dan Rudy.
“Ngga semua cewek materialistis Man,” sanggah Prast menghembuskan asap rokoknya.
“Materialistis sih ngga, tetapi diajak hidup susah belum tentu mau,” kata Rico tidak mau kalah.
“Cewek tadi kebetulan juga kaya, jadi dia belum tentu materialistis,” kata Prast.
“Lu kenal?”
Iyalah gue kenal. Itu Andini Handoko. Anak tunggal majikan bokap gue. Hidupnya bak puteri raja negeri dongeng, tapi sang princess sepertinya ngga bahagia.
“Hey Prast,” Rico menepuk bahu Prast. “Lu ngelamunin cewek tadi? Too far untuk kitalah.”
Untuk gue mungkin. Tapi untuk lu mungkin nggak.
“Wajar kan? Dia cantik,” kata Prast.
“Kadang lelaki butuh perempuan yang bikin percaya diri. Kalau cewek model tadi, lu pasti minder dan terus-terusan sport jantung takut dia diambil orang,” jelas Rico tergelak.
Prast ikut tertawa.
Angin kemarau bertiup kencang, membawa debu kemana-mana.
Prast dan Rico bangkit dari duduknya.