PADA LANGIT YANG BERKACA-KACA

Noy15
Chapter #4

BAB 4 -- Silent Wedding

Prast memang tidak pernah melupakan bantuan yang diberikan Pak Handoko pada keluarganya. Karena pertolongan ayah Andini-lah akhirnya Prast bisa kuliah dan menjelang tamat seperti sekarang ini.

Itu sudah hampir lima tahun yang lalu.

Saat itu Prast diterima di sebuah kampus elit di Jakarta dengan beasiswa penuh. Sayangnya beasiswa tidak menanggung uang pembangunan. Secara Prast masuk kategori mahasiswa miskin, dia diminta “hanya” membayar 20 juta rupiah.

Meskipun kisaran “hanya”, tetapi cukup berat untuk keluarga Prast yang ayahnya bekerja sebagai tukang kebun dan ibunya yang menjadi buruh cuci. Selain itu Prast masih memiliki satu adik perempuan yang sudah masuk kelas 10.

Saat sedang kalut, Pak Handoko muncul sebagai pahlawan tanpa topeng yang bersedia membantu.

Kata Pak Handoko, uang itu tidak perlu dibayar dulu. Nanti saja bayarnya.

Kapan-kapan.

Sekarang Pak Handoko menagih bantuan tersebut, tetapi bukan dalam bentuk uang.

“Jadi?”

“Jadi kamu menikah dengan Non Andini,” kata Ayah.

Prast tercenung. Dia menatap ayah yang sepertinya menjadi lebih tua dari biasa. Kemungkinan besar ayah juga merasa berdosa karena tidak punya pilihan selain mengadaikan sang putra untuk membayar utang.

“Selain itu ada persyaratan lain,” kata Ayah.

“Apa itu,” tanya Prast.

“Begitu Non Andini melahirkan kamu harus menceraikan dia,” kata Ayah.

Prast tersenyum kecut. Dasar orang kaya.

“Dia hanya butuh status bahwa menikah dan hamil,” ujar Prast sinis.

Ayah mengangguk.

“Ada satu lagi persyaratan,” kata Ayah sambil mengaruk pipinya yang tidak gatal.

Semoga bukan ide yang lebih gila, Prast membatin.

Prast memandang Ayah.

“Bayinya, kamu harus merawat bayinya,” kata Ayah yang kini tidak berani menatap anaknya.

Prast geleng-geleng kepala.

Mentang-mentang kami berutang budi, Pak Handoko jadi sewenang-wenang. Sudah meminta aku menjadi suami sementara anaknya, setelah itu aku harus merawat bayi yang ingin mereka singkirkan. Aku tahu banyak orang kaya yang aneh, tapi Pak Handoko itu bukan aneh, melainkan sinting! Masak dia mau membuang cucunya sendiri.

Lihat selengkapnya