Acara pernikahan itu selesai pukul 9 malam kurang sedikit.
Tamu yang tidak banyak itu sudah meninggalkan rumah Keluarga Handoko, termasuk Pak Barja dan keluarga.
Kini tinggal Prast duduk sendirian di ruang keluarga itu.
Menantu sementara keluarga Handoko masih memakai kemeja putih yang digunakanya saat prosesi akad nikahnya tadi.
Prast salah tingkah.
Dia ingin pulang tetapi dia sudah menikahi Andini pemilik rumah ini.
Prast ingin istirahat, tetapi sudah pasti tidak mungkin ke kamar Andini.
Jadi bagaimana?
Seorang asisten rumah tangga menghidangkan Prast segelas jus jeruk dingin yang langsung diteguk tandas. Prast mendadak ingat dia belum makan sepanjang siang. Dia terlalu tegang untuk pernikahannya.
Saat itu Pak Handoko dan istrinya keluar dan duduk di ruang tengah. Andini juga ikutan bergabung. Istri yang baru dinikahi selama satu jam itu sudah menganti kebayanya dan duduk dengan santun.
Dia tetap menunduk.
Pak Handoko berdehem sebelum membuka pembicaraan. Lelaki setengah baya dengan tubuh gempal itu duduk bersandar di sofa impor itu santai. Prast langsung tahu ada hal yang mau disampaikan.
“Terima kasih Nak Prast sudah menolong Andini. Kami sangat menghargai bantuannya,” kata Pak Handoko.
Prast menyimak.
“Mungkin ini agak aneh, tetapi saya berharap Nak Prast menganggap pernikahan ini cuma status saja. Selebihnya Nak Prast bisa hidup normal seperti biasa,” kata Pak Handoko.
“Maksudnya kamu tidak perlu harus repot-repot mengurus Andini. Biar kami yang urus dia. Baru nanti setelah melahirkan, kamu bisa menceraikan Andini, membawa bayinya dan perjanjian kita selesai,” Mama Andini memotong suaminya yang sepertinya bertele-tele.
Pak Handoko sepertinya tidak hepi, namun dia mencoba tersenyum.