Tidak terasa seminggu berlalu.
Selama seminggu itu beberapa kali Prast memergoki Andini di kantin kampus. Istrinya itu duduk sendirian dengan teh botol di tangannya dan membaca diktat kuliah.
Selalu sendirian.
Prast tentu saja tidak berani mendekat. Meskipun secara hukum dia adalah suami Andini, peraturan yang ditetapkan keluarga Handoko supaya dia "tahu diri" mengurungkan niatnya.
"Lu ngeliatin siapa sih bray, cewek itu?" Rico mengejutkan Prast.
Rico mengambil tempat di samping Prast yang sedang menikmati nasi ramesnya.
"Ngga kok," kata Prast pura-pura mengambil gelas, menyesap isinya pelan.
Rico meletakkan mangkok basonya sambil cengengesan.
"Infonya dia ditinggal pacarnya dan lagi hamil," kata Rico.
Prast tidak bisa menutup kekagetannya.
"Lu tahu dari mana?" tanya dia.
"Anak ekonomi, temen gue. Cewek cantik itu namanya Andini, nah gosip soal dia lagi hot-hotnya di fakultas ekonomi," Rico menyeruput mi kuning dengan nikmat.
"Pacarnya anak ekonomi juga?" tanya Prast.
Rico menatap Prast dengan jenaka.
"Nah..Kepo deh. Kepo..." katanya tergelak.
Prast tersenyum kecut.
"Lu naksir dia ya?" tanya Nico.
Yang benar, seminggu yang lalu dia resmi jadi bini gue.
Prast menyuap nasi ramesnya tanpa menjawab. Dasar Rico yang memang bakatnya suka ngomong, dia langsung menyuplai informasi.
"Pacarnya anak fakultas hukum. Tapi ada yang bilang dia pacaran juga sama anak fakultas sastra dan kedokteran. Gitu deh," kata Rico.
"Terus pada tahu dari mana dia hamil?" tanya Prast.
Gila! Dunia ini ternyata tidak ada rahasia. Kasian juga si Princess jadi objek gosip meskipun faktanya dia memang lagi hamil tanpa tahu suaminya siapa.
"Salah satu pacarnya ember dan cerita. Nah tersebar deh. Masalahnya ngga jelas anak siapa dan semua pacarnya ngga ada yang mau tanggung jawab. Kasihan juga. Kebablasan," Rico kembali mengunyah sebutir baso dengan santai.
"Justru dia hebat menurut gue," kata Prast meletakkan sendok di piring yang isinya tandas.
Rico menoleh ke Prast.