Sepertinya Prast melakukan sesuatu.
Terbukti Andini bisa merasakan gosip dan bisik-bisik tentang dirinya mereda. Memang mahasiswa fakultasnya tidak sepenuhnya berhenti memperbincangkan dirinya, namun setidaknya berkurang.
Sejak dulu fakultas ekonomi di kampus elit itu sedikit "segan" dengan fakultas teknik. Mereka enggan mencari gara-gara, dan untuk kasus Andini yang kabarnya dinikahi mahasiswa fakultas teknik, tidak ada yang berani terang-terangan bergunjing.
Andini sedikit lega.
Rencananya begitu kehamilannya besar, dia akan cuti kuliah dan fokus pada bayinya. Andini tahu dia tidak akan merawat anaknya hingga besar. Namun setidaknya dia akan menjaga si buah hati sebaik-baiknya sekarang.
Setiap malam dia memanjatkan doa agar janin itu tumbuh sehat dan hidupnya tidak seperti ibunya yang salah langkah.
Semula Andini merasa solusi menyerahkan bayi itu ke Prast jadi solusi terbaik. Tetapi ketika dia memeriksakan kandungannya ke dokter dua kali dan mendapatkan hasil USG, Andini mulai berubah pikiran.
Kini dia justru ingin mempertahankan sang bayi. Dia tidak rela menyerahkan anaknya sendiri pada orang lain.
Anaknya tidak salah. Dia tidak minta dilahirkan ke dunia kemudian menderita gara-gara dipisahkan dari ibunya.
Andini ingin merawat anaknya. Dia bahkan ikhlas untuk menjadi orang tua tunggal bila bercerai dengan Prast. Bukannya banyak perempuan yang melakukan itu?
Masalahnya apa Papa dan Mama mengizinkan?
--00--
Dan hari ini Andini harus mencari Prast. Dia sudah menelepon tetapi tidak tersambung. Dengan sedikit jengkel, Andini terpaksa pergi ke fakultas teknik mencari "suami sementara"-nya itu.
Seperti biasa mahasiswa fakultas teknik didominasi laki-laki. Mereka langsung menjadi kumpulan tawon yang langsung mengarahkan pandangan ke arah Andini. Hari ini Andini memakai skinny jeans dan kemeja polos. Dia kelihatan cantik dan tidak ada tanda-tanda sedang mengandung 6 minggu.
Andini tidak berminat menyusuri teritori fakultas teknik karena termasuk fakultas terbesar—tentu saja terbaik—di kampus itu. Dia menghampiri sekelompok mahasiswa yang sedang nongkrong masih dengan wearpack. Bisa jadi mereka baru selesai praktikum dan sedang istirahat.
"Kenal Prast?" tanya Andini.
"Prast? Prasetyo? Ada beberapa Prasetyo disini."
"Angkatan berapa mbak?"
"Teknik jurusan apa?"
Andini kebingungan dihujani beragam pertanyaan. Dia baru sadar tidak tahu apa-apa tentang suaminya.
Yang dia tahu hanya Prasetyo, mahasiswa teknik yang merupakan anak lelaki Mang Barja tukang kebunnya.
Sedang kebingungan, seorang mahasiswa bermata sipit mendekati Andini.
"Lu nyari Prast? Dia udah pulang kuliah. Mungkin sekarang di bengkel," katanya.
"Bengkel?" Andini mengerutkan kening
"Iya, dia kerja sambilan di bengkel. Masak lu ngga tahu," kata lelaki bermata sipit itu yang ternyata Rico.
Paras Andini memerah.
"Nama bengkelnya?" tanya Andini.
"Bengkel pertama ketemu dari kampus kita. Namanya Sukamakmur. Dia pasti di sana," jelas Rico.
"Makasih ya," Andini berlalu.
Andini meminta supir mengantarnya ke bengkel. Seperti yang dikatakan mahasiswa bermata sipit itu, dia langsung menemukan tempat yang dimaksud. Ragu-ragu Andini turun dari mobil dan masuk ke dalam bengkel.
Seorang lelaki dengan wearpack berlumuran oli menghampiri Andini.
"Mobilnya mau diservis Mbak?" tanya dia.
"Saya mau ketemu Prast," kata Andini.
Si lelaki mengangguk.