Keesokan harinya..
Matahari muncul dan menerangi hari, aku terbangun dari tidurku, mataku silau karena pancaran sinar matahari yang menembus jendela kamarku. Aku beranjak dari kamar tidurku, mandi, makan, dan pergi ke toko roti untuk membantu bapakku bekerja.
Pagi-pagi jam 8 , aku membalikkan tanda open di pintu toko. Toko roti yang kuberi nama Happy Bread sangat aku senangi karena aku berharap ketika pelanggan yang membeli roti bisa selalu senang dan ceria.
Aku membantu bapakku mengelap meja pelanggan, memanggang roti, mencuci sayur, menyapu toko, mengelap kaca, dan lain-lain.
Setelah satu jam, pelanggan pertama dengan 3 orang datang. Aku mendatangi mereka dan memulai dengan senyuman.
Aku mempersilakan mereka duduk dan membantu menggeser kursinya. Aku memberikan menu untuk mereka bertiga untuk memilih menu roti di toko kami.
Tak berselang lama, pelanggan semakin banyak dan membuat aku dan bapakku bekerja keras seharian untuk melayani pelanggan. Tanpa sadar waktu sudah pukul 5 sore dan pelanggan sudah pada sepi. Aku merapikan kursi dan mengelap meja serta mengambil sampah yang ada di meja.
Lalu ada wanita yang masuk ke toko rotiku. Aku langsung menoleh ke arah wanita itu.
Dia Diana, temanku waktu kecil. Dia memakai dress panjang berwarna hijau dan rambut panjang kelabangnya yang ditaruh di sisi kanannya. Dia sangat cantik saat aku melihatnya. Aku memang sudah dari kecil bersamanya dan aku rasa sejak aku berusia 20 tahun aku perlahan-lahan mulai menyukainya.
Aku mendatanginya dengan wajah senang, sesenang hatiku ketika menemukan wanita idaman di buku harianku dan membuat jantungku saat ini tak karuan. Dia menatapku juga dan mengucapkan salam.
"Hai Hendry," sapa Diana dengan senyuman cantiknya.
Aku melihat senyumnya yang manis, aku mulai gugup dan salah tingkah. Aku menggaruk-garuk rambutku yang tak gatal.
"Ah .... em ....," kataku terbata-bata.
Diana tertawa kecil melihat sikapku.
"Kamu kenapa Ndry?" tanya Diana lagi.
"Ah.. tidak. Kamu ... can-tik se-kali," balasku dengan terbata-bata dan malu.
Diana menunduk dan tersipu malu saat aku memujinya. Di dalam hatiku ia emang sangat cantik. Entah kenapa baru sekarang aku mengungkapkannya. Apa aku masih suka padanya? Bertahun-tahun aku memendamnya agar persahabatan kita tidak berjarak. Dan sampai sekarang aku hanya bisa diam belaka.
Aku memulai percakapan dengannya sambil menawari roti di tokoku.