Keesokan harinya.....
Seperti biasa aku membantu bapakku di toko roti Happy Bread, suasana hatiku sangat baik dan sangat senang karena kemarin aku bisa jalan-jalan dengan Diana. Aku jadi semangat bekerja, melayani pelanggan dengan ramah, mengambil sampah yang berserakan di meja pelanggan, mencuci piring yang berserakan, dan membantu bapakku mencuci sayuran.
Bapakku melihatku tidak seperti biasanya, sangat bersemangat. Ketika jam 12 siang, aku beristirahat sebentar, aku mengelap piring dan gelas yang baru kucuci sambil melihat pelanggan yang duduk santai menikmati roti kami, mereka sangat santai, penuh tawa, bercerita dengan teman-teman mereka dengan canda tawa. Aku tersenyum senang melihatnya seolah-olah aku juga merasakan perasaan mereka.
Di saat aku beristirahat, bapakku mendatangiku dan memanggilku pelan.
"Hendry, kamu hari ini sangat senang sekali," tanya bapakku lembut.
Aku tersenyum pelan sambil membersihkan piring dan gelas yang baru saja ku cuci.
"Iya pak, aku senang karena kemarin bisa jalan-jalan dengan Diana dan aku senang karena aku melihat pelangganku senang hari ini," jawabku sambil memegang pipi kananku.
Bapakku tersenyum kecil dan menepuk pelan bahu kiriku.
"Baguslah kalau begitu Nak," balas bapakku balik.
Bapakku menghela nafas pelan dan menengok pelanggan lalu melihatku kembali.
"Kamu bisa tahu darimana mereka sangat senang hari ini?," tanya bapakku kembali.
Aku menoleh ke bapakku ketika pertanyaan itu diberikan kepadaku. Aku terdiam seketika.
"Tidak semua yang berkunjung kesini senang semua," lanjut bapakku lagi lalu terdiam sebentar.
Sedangkan aku tetap diam dan melihat ke arah pelanggan lalu melihat bapakku kembali. Bapakku melanjutkan pembicaraannya.
"Kamu tau kan bapak pernah punya teman psikolog?" tanya bapakku.
"Ah... Pak Watson kan?" jawabku dengan yakin.
"Lama sekali beliau ga kesini," lanjutku lagi.
"Pak Watson pernah melihat ku sepertimu, menganggap semua pelanggan lagi senang lalu beliau mendatangiku dan bertanya sama seperti bapak menanyaimu. Lalu dia menjawab, belum tentu semua yang datang ke tokomu itu perasaannya senang," jelas bapakku sambil menaruh piring di samping mejanya.
Aku kembali terdiam dan memperhatikan setiap pelangganku, aku melihat dari sudut pemikiranku, semua sama.
Tetapi aku melihat lagi, ada bapak tua dengan topi dan kacamatanya. Ia terlihat sangat sedih dari wajahnya, raut wajahnya seperti memikirkan sesuatu. Aku menyenggol bapakku pelan dan membisikinya.
"Pak, bapak yang diujung sana pakai topi itu, sepertinya lagi ada masalah."
Bapakku menoleh ke arah bapak tua yang ku tunjuk. Bapakku memperhatikannya. Bapak itu melepaskan topi dan kacamatanya, telapak tangannya memegang dahinya dan wajahnya nampak sedih. Aku melihat bapak tua itu sepetirnya ingin menangis tapi ia menahannya. Karena aku ga tega melihatnya, dalam hati aku ingin berinisiatif mendatanginya. Aku memanggil bapakku pelan.
"Pak, apa aku boleh mendatangi bapak itu?" tanyaku berbisik.
Bapakku melihatku dan menggelengkan kepalanya.
"Jangan, nanti dia ga nyaman, biarkan saja dulu," balas bapakku dengan suara pelan.