.......
Keesokan harinya.
Aku mempersiapkan diri terlebih dahulu sedangkan Ranita masih menunggu di kamar mandi. Setelah aku selesai, aku mengetuk pintu kamar mandi dan keluar dari kamar. Ranita keluar dengan mengenakan handuk lalu duduk di depan cermin.
"Hari ini, ekspresiku harus seperti apa? Keluarga besarku akan datang dan apa aku harus berpura-pura tersenyum di hadapan mereka?" tanya Ranita dalam hati.
Sedangkan aku menunggu di luar kamar sambil memikirkan bagaimana acara keluarga hari ini bisa berjalan dengan lancar.
Apa yang harus ku lakukan bersama Ranita nanti?
Apakah berjalan sambil bergandengan tangan?
Apakah pura-pura romantis seolah tak terjadi apa-apa?
Hahhh… Aku menghela nafas dan mendongakkan kepalaku ke atas sambil melihat langit-langit atap berharap semua keluarga Ranita bisa menerima diriku dan juga mempersiapkan hatiku. Begitupun... Ranita, wanita yang kujanjikan agar bisa hidup bahagia.
Ranita membuka pintu dan membuatku tersadar dari lamunanku. Ranita keluar dari pintu kamar dan aku menolehnya langsung. Ranita mengenakan dress pemberianku yang aku beli saat di toko baju beberapa waktu lalu. Riasan wajahnya yang flawless dan rambutnya yang tertata rapi dengan disanggul ke belakang entah gaya rambut apa yang ia kenakan. Mataku tak bisa berkedip dari manuqueen cantik di depanku saat ini.
Ahh, Ranita nampak seperti bidadari di pikiranku. Pipiku merona saat Ranita mengenakan dress yang kubelikan.
"Ayo Hen," ajak Ranita.
Aku masih terdiam dengan bidadari cantik di depan mataku. Ranita menatap mataku lalu mendekat perlahan. Ranita melambai-lambaikan tangan kanannya beberapa kali ke arah wajahku dan membuatku tersadar saat itu juga.
"Anu.. Em…," kataku dengan gugup.
Aku merapikan kemeja hitamku seolah tak terjadi apa-apa. Aku menyampingkan wajahku ke arah kanan agar Ranita tak mengetahui kalau aku sangat terpesona dengan penampilannya.
"Hendry," panggil Ranita.
Aku menghadap kembali ke arah Ranita yang menunduk seperti malu ingin mengatakan sesuatu.
"Apa aku boleh menggandeng tanganmu?" pinta Ranita.
Aku berpikir kembali dengan kecanggungan kami saat ini. Mau bagaimana lagi, tak mungkin kan aku dan Ranita seperti bukan pasangan suami istri saat bertemu keluarganya. Aku mengiyakan permintaan Ranita.
"Boleh saja."
Ranita memandang ke arah mataku seolah-olah Ranita tak percaya dengan jawabanku. Aku menawarkan tangan kananku ke arah Ranita tapi Ranita malah melihat tanganku.
"Bukan ini maksudku Hen," kata Ranita dalam hati.
Ranita tertawa pelan melihat tingkahku sembari menutup mulut dengan punggung tangan. Aku membalas dengan menunduk karena malu dengan tawanya.
"Ke.. Kenapa tak digenggam?" tanyaku pada Ranita malu-malu.
"Maaf maaf. Bukan seperti itu, aku akan menggandeng lenganmu," jawab Ranita sambil mencoba menghentikan tawanya.
Ah, aku ternyata tak peka. Aku seketika malu kembali. Hatiku seperti berkata, apa yang kau lakukan? Pekalah Hendry!
"Baik... Baiklah, silakan saja," ucapku dengan malu.
Ranita merangkul lengan kananku dan kami berjalan turun ke lantai dasar untuk menjamu para tamu dari keluarga besar Ranita. Aku dan Ranita saling melempar senyum saat saling menatap wajah. Aku berharap senyuman Ranita yang cantik itu benar-benar senyuman dari hatinya. Aku membalas senyuman Ranita dengan senyuman tulus agar aku bisa meyakinkan diri kalau aku benar-benar bahagia bersamanya.
Aku kembali melihat ke arah keluarga Ranita yang sedang menunggu di lantai satu. Pandangan mereka yang awalnya sibuk dengan kegiatan masing-masing menoleh ke arah kami berdua. Tatapan mereka nampak penasaran dengan pasangan yang baru menikah beberapa minggu yang lalu. Kami sekarang seperti bintang yang ditunggu-tunggu banyak orang. Orangtua Ranita juga melihat kami dengan perasaan yang bahagia.
Jantungku berdegup kencang kali ini dan hari ini pun pertama kalinya aku bisa berkumpul dengan keluarga besar Ranita. Saat kami berdua sudah turun di lantai dasar, Ranita menatapku dengan perasaan khawatir.
"Hendry," panggil Ranita.