Pagi ke Pagi

Dhayita M. Cintantya
Chapter #2

BAB 2 : Tentang Andrea dan Amadeo

 BAB 2 : Tentang Andrea dan Amadeo

Andrea terbengong-bengong di sisi lapangan sembari menyeruput es kelapanya. Di hadapannya segerombolan anak laki-laki dari angkatannya sedang riuh bermain sepak bola. Aliya yang cuma bermodal sedotan ikut menyedot gelas Andrea, bahkan dengan jatah yang lebih banyak daripada pemiliknya sendiri. Mata Aliya berbinar-binar memandangi seorang pemain baru di lapangan sekolahnya yang langsung jadi pusat perhatian para penonton di sisi lapangan. Tanpa perlu bertanya Andrea tahu betul apa yang akan gadis ini bicarakan.

“Amadeo!” bisik mereka bersamaan.

Aliya terkesiap mendengar Andrea mengucapkan nama yang sama dari mulutnya. Segeralah sudut bibir Aliya terangkat tinggi. Andrea biasanya selalu jadi yang paling terakhir tahu tentang berita panas di sekolahnya, mungkin karena bocah itu terlalu sering melamun. Di lain hal, Aliya sendiri wanita paling tanggap dan waspada mengenai informasi paling tidak penting yang beredar di SMA mereka. Tidak ada yang tahu dari mana sumber dari kekuatan hitam Aliya itu muncul. Yang pasti semua hal di sekolah mereka kecuali mata pelajaran itu sendiri dia pasti bisa jawab.

“Tahu dari mana kamu nama anak baru itu?” Tanya Aliya semangat. Ternyata didikannya selama ini untuk.. untuk.. kritis terhadap.. terhadap.. aktivitas yang terjadi di sekolah mereka mulai berhasil.

Sementara itu diam-diam jantung Andrea berdegup kencang mendengar pertanyaan itu. Sudah jelas alasannya bukan karena Andrea sekarang pandai bergosip. Ia bergeser agak menjauh berharap agar Aliya tidak sanggup mendengar detak jantungnya, tetapi Aliya malah ikut bergeser bersamanya tidak ingin kehabisan air kelapa. “Jadi namanya betulan Amadeo?” Tanya Andrea khawatir.

“Benar, kok. Kenapa tidak yakin begitu?”

Bukannya apa-apa. Masalahnya ini terlalu aneh untuk Andrea. Menyeramkan malah. Bagaimana bisa, Amadeo, orang yang tidak pernah Andrea temui seumur hidupnya sebelumnya, menyelamatkan dirinya dari dalam mimpinya sendiri. Dan kedua kalinya mereka bertemu adalah sesaat kemudian dalam dunia nyata. Tidak ada satupun hal normal tentang pengalamannya itu.

Apa mungkin Amadeo juga memimpikan hal yang sama? Apa mungkin Amadeo juga mengenali dirinya sebagaimana ia mengenali Amadeo? Pertanyaan ini terus berputar-putar di kepalanya sejak pagi tadi.

“Andrea!” Aliya menepuk Andrea, membangunkan anak itu dari lamunannya, “Tumben-tumbennya kamu tahu hal beginian! Jadi kamu dengar nama anak baru itu dari mana?”

“..dari mimpi.” Gumam Andrea pelan. Tapi toh Aliya tidak mendengarkan karena rupanya penonton tiba-tiba ribut dibuat Amadeo yang tiba-tiba pamit meninggalkan lapangan. Aliya beserta para penonton yang berseragam rok abu-abu sontak kecewa melihat idola baru sekolah mereka menyelesaikan permainannya.

Melihat gadis-gadis di sekitarnya bubar meninggalkan lapangan, Andrea langsung tersadar bahwa seharusnya juga ia tidak berada di tempat itu sekarang. Buru-buru Andrea mengecek jam tangannya dan langsung menepuk keningnya sebal, “Mampus lagi aku.”

“Kenapa lagi?” tanya Aliya ikut khawatir.

“Pak Kodim! Tadi pagi ketika lagi marah-marah dia suruh aku ke ruang guru waktu jam istirahat, bukan?”

Aliya ikut terlonjak mengingat betul kalimat Pak Kodim di kelas tadi. “Sudah sana buruan lari!”

Lihat selengkapnya