bab 3 :
Tentang
MIMPI
MEREKA
BERDUA!
Andrea membuka pintu ruangan yang sayangnya belum juga familiar untuknya selama empat bulan belakangan. Sebelum mengambil langkah lebih jauh, seperti kebiasaannya, dia mengintip sekeliling ruangan dari celah pintu. Saat yakin bahwa tidak ada siapa-siapa di ruangan tersebut kecuali dirinya sendiri dan lelaki yang berbaring tanpa daya di kasur, Andrea berbisik pelan seperti biasanya, “Dian..?”
Juga seperti biasanya, abangnya itu tidak pernah menjawab panggilan Andrea. Tapi, tidak ada salahnya mencoba, kan? Begitu pikirnya dalam hati dan untuk kesekian kalinya. Setelah itu, barulah Andrea berani masuk dan duduk di kursi di sisi kasur. Andrea memandang kosong abangnya yang berbaring lemah terhubung sambungan pipa-pipa kecil medikal apalah itu. “Dian.” Cobanya sekali lagi. Kali ini dia membayangkan abangnya itu berteriak ‘Tidak sopan!’, barulah dia akan menambahkan, “Abang Dian!” Tapi tentu saja, tetap tidak ada jawabnya.
Andrea tertawa geli terhadap tingkah konyolnya sendiri. Masalahnya terlalu banyak hal aneh yang terjadi hari ini dan bocah di hadapannya tidak akan bisa merespon ceritanya itu. Dari jendela ruangan tersebut dapat dilihatnya malam akhirnya datang juga bersama pasangan sejatinya, bulan purnama. Menurut Andrea pribadi dia lebih memilih bulan setengah purnama dibandingkan bulan-bulan lainnya. Karena, jelas Andrea seperti biasanya, sudah banyak bayi yang lahir di bumi Indonesia diberikan nama Purnama ataupun Sabita/Tsabita. Jadi kini saatnya kita hargai juga bulan setengah purnama. Namun halnya, Pagi Hari sudah cukup menyiksanya hari itu, jadi sudah waktunya Andrea bertemu jumpa kawan lamanya, si Malam, dan segala macam jenis bulan ia terima untuk hari itu.
Andrea membuka ponselnya lalu mulai mencari lagu favoritnya yang kebetulan dibenci sekali oleh abangnya. Memang disengaja maksudnya itu. Karena dibayangannya, akan menjadi suatu keajaiban jika tiba-tiba abangnya bangun dari tidur berkepanjangannya itu hanya untuk mematikan lagu tersebut dari ponsel Andrea.
Andrea menekan lambang play pada layar ponselnya dan melodi menyenangkan pun mulai melantun keluar. Andrea menggoyangkan kepalanya sambil tersenyum iseng tahu betul meski terbaring lemah, abangnya tetap bisa mendengar apa saja yang ada di sekitarnya.
Alasan yang pasti abangnya itu amat benci lagu yang diputarnya adalah karena Andrea selalu memutarnya setiap malam! Dan sekali lagi meski Abangnya tidak pernah meminta, Andrea selalu menjelaskan, “Karena lagu ini adalah sebuah persembahan untuk Malam Hari yang tidak sama dihargainya seperti Pagi Hari!” :
Dancing in the moonlight
Everybody's feeling warm and bright
It's such a fine and natural sight
Everybody's dancing in the moonlight
Everybody!
Dancing in the moonlight
Everybody's feeling warm and bright
It's such a fine and natural sight
Everybody's dancing in the moonlight
. . .