Sinar matahari tidak lagi menusuk, seragam kantor yang dikenakannya tidak lagi basah oleh keringat. Meski angin di perjalanan bertiup, tetap saja panas akan tetap dirasakan ketika mengendarai motor.
Bangunan tinggi di sekitar dan hanya ada beberapa pohon kecil di pinggir jalan, lalu-lalang kesibukan baik pejalan kaki maupun pengendara. Benar-benar tempat yang menggambarkan kota. Begitulah keadaan keadaan pusat kota Palu, sulawesi tengah.
“Ah, sial, listrik nya hampir habis,” keluh Ali melihat indikator listrik pada motornya.
Pria berusia 25 tahun ini langsung mengambil jalur berbeda dari yang seharusnya dan menuju pertamina terdekat. Banyak kendaraan berjejer dan membuat Ali cemberut seketika.
“Bahkan dengan digantinya bensin, kenapa orang-orang masih harus mengantre?”
Setelah penungguan yang hanya lima menit saja, Ali berhasil mengisi tenaga motor listriknya dan kembali ke jalan, menuju arah yang harusnya ia tuju, yaitu Sigi.
Selain bangunan tinggi yang merupakan bangunan perusahaan, ada pula bangunan tinggi yang merupakan apartemen. Sangat disayangkan, gaji Ali tidak cukup untuk tinggal di pusat kota.
Setelah beberapa menit, ia mendekati perbatasan. Memang tidak terlihat dari kejauhan karena banyaknya bangunan tinggi, tapi sekali mendekat, siapa pun bisa melihat dengan jelas. Tembok besar setinggi hampir 50 meter. Tembok yang mengelilingi pusat kota Palu. Itu bukanlah pemandangan yang aneh sejak tahun 2026, hanya anak kecil saja yang masih kaget jika melihat tembok besar itu.
Ali sampai di gerbang perbatasan. Terdapat dua jalur besar yang keluar masuk gerbang tersebut. Ali jarang memperhatikan keadaan gerbang perbatasan karena biasanya alur kendaraan terlalu cepat bagi seseorang untuk memperhatikan sekitar. Namun untuk beberapa alasan, sepertinya ada kemacetan di jalur keluar kota palu.
Suara klakson kendaraan berbunyi dan sungguh membuat telinga sakit, entah apa yang dipikirkan para pengendara lain. Membunyikan klakson dalam kemacetan bukan berarti mempercepat masalah yang berada di depan.
Ali melihat sekitar dan mengabaikan teriakan orang-orang yang mengeluh. Ia mendapati 4 penjaga gerbang berdiri tegap. Dua di sisi kiri dan dua di sisi kanan. Mereka bukan polisi atau pun satpam. Mereka bahkan hanya mengenakan kemeja dan celana panjang biasa, tapi ada satu hal yang berbeda, insignia di dada kiri mereka. Insignia berbentuk merpati berwarna putih dengan dua pasang sayap. Tidak salah lagi, mereka adalah....
“MINGGIR!!!” Teriakan keras dari arah belakang membuat Ali dan pengendara lain berbalik.
Sebuah mobil kap terbuka dengan banyak karung besar. Satu orang supir dan satu lagi menodongkan senapan ke arah gerbang. Semuanya panik dan langsung tiarap di tanah. Tidak jauh di belakang mereka, ada beberapa mobil polisi mengejar dengan sirene yang khas.
Mobil mereka terhenti karena kemacetan. Pria yang tadinya menodongkan senjata api kini berdecak kesal.
“Ck, kenapa harus macet,” ujar si penjahat pemegang senapan.
“Bos, bagaimana ini? Kita tidak bisa kabur” tanya si pengemudi mobil.
“Tidak ada pilihan lain, kita harus melawan langsung.”
Si pria membuang senapannya dan kini memajukan kedua lengannya. Dua motor tiba-tiba terangkat ke udara tanpa ada sentuhan dari siapa pun. Tidak salah lagi, itu adalah kemampuan telekinesis.
“Kami peringatkan, angkat tangan kalian dan jangan melawan,” kata salah seorang polisi keluar dari mobil patrolinya.
Si penjahat langsung melempar satu motor ke arah mobil polisi dan menghancurkan kedua kendaraan itu.
“Kami peringatkan, jangan melawan dan jangan gunakan kekuatan super kalian.”
Si penjahat naik pitam dan berteriak, “Ini kemampuanku, mau kugunakan seperti apa pun itu bukan urusan kalian!”
“Sudah-sudah, kekuatan super itu bukan digunakan untuk kejahatan. Tolong kerja samanya, bapak penjahat.”
Kalimat santai tersebut datang dari salah satu penjaga gerbang perbatasan. Semua mata tertuju pada pria tinggi berkulit kecokelatan itu.
“Aku tidak akan tertangkap!!!” teriak si penjahat mengangkat salah satu mobil dengan kemampuan telekinesis nya kemudian melempar ke arah penjaga gerbang tadi.
*Bruk!
Suara benturan keras membuat semua napas tertarik, tapi pria itu tidak mati, bahkan tidak terluka sedikit pun. Ia mengangkat tangannya dan pemandangan yang aneh terlihat. Sebuah kristal biru tertanam di punggung tangannya. Ia menekan kristal biru tersebut dan tiba-tiba kumpulan akar berwarna biru terang mencuat keluar dari kristal tersebut. Akar-akar tadi langsung menusuk ke pembuluh darah dan berdenyut seolah memompa cairan.
Pori-pori di seluruh tubuh mengeluarkan cairan kental berwarna putih bersih lalu mengeras secara serentak. Si penjaga gerbang kini terlihat bagaikan kesatria berzirah putih.
“Merpati putih? Sialan!” keluh si penjahat menembakkan semua isi senapannya
*teng *tang *ting
Semua peluru terpantul bagaikan menghantam baja tebal.