Pahlawan negeri sipil (Merpati putih 1)

UBI Master
Chapter #9

Bab 08. Menyelamatkan kota Palu

“Begitulah, pak,” tutur Ali menyelesaikan mulai dari apartemen yang diserang hingga berhadapan dengan placula kelas mars.

Gilbert mengerutkan dahinya kemudian mengembuskan napas berat. “Ada yang janggal dari ceritamu.”

Ali mendadak panik dan langsung berdiri dari kursi dengan keringat dingin membasahi keningnya.

“Aku bersumpah, pak! Aku tidak bohong!” Seru Ali menjelaskan.

“Tidak, bukan itu. Aku percaya kau hanya warga sipil biasa. Namun bukan itu yang membuatku bingung.” Gilbert membalas respons panik Ali dengan tenang.

“Ka... Kalau begitu? Apa yang janggal, pak?”

“Ada 4 hal yang mengganjal.”

Ali menelan ludahnya seraya mendengarkan.

“Yang pertama, kau bilang kubah pelindungnya bocor, tapi ukuran meteor itu bahkan tidak lebih besar dari meteor pada umumnya, bahkan radiasinya pun sama kuatnya, asistenku dan para tim nya telah memastikan itu.”

Mata Ali melebar seketika, “Kubahnya melemah karena sabotase!”

“Yang kedua,” Gilbert melanjutkan, “Pintu kontrakanmu dan juga tetanggamu terbuka, tapi tidak rusak. Bagaimana bisa?”

Di saat itulah Ali kembali tersadar jika ia bertemu placula yang memiliki tangan bagaikan tombak tajam, kenapa semua pintu tertutup rapi saat ia datang?

“Yang ketiga, kau membunuh placula uranus dan mengambil inti kristal di jantungnya. Namun, kami tidak menemukan mayatnya.”

Bulu kuduk Ali berdiri seketika. “Bapak yakin? Kontrakanku berada di –”

“Sudah aku periksa sendiri,” sergah Gilbert memandang tajam tanpa berkedip, “Sesuai protokol standar, placula uranus harus ditandai terlebih dahulu oleh PNS setingkat PNS burung hantu perunggu dan pasukan khusus yang ia pimpin. Namun karena situasi kali ini berbeda, aku sendiri yang mencari keberadaannya.”

Gilbert menghela napas berat kemudian berdiri. “Apa pun yang kita hadapi, aku ragu kalau itu hanya ada satu orang, apa pun itu, aku ragu itu adalah hal yang kecil. Dan kau, anak muda.” Gilbert menunjuk Ali. “Kau mungkin punya hubungan dengan kejadian ini, secara langsung ataupun tidak langsung.”

“Tapi aku sungguh hanya warga sipil biasa, pak. Aku bersumpah.”

“Oh kau berani bersumpah?” tanya seseorang yang berdiri tepat di belakang Ali dan mengejutkan pemuda itu hingga ia melompat mundur sekitar 2 meter jauhnya.

“Apa kau sudah merekam semuanya, Ratna?” tanya Gilbert pada wanita yang mengejutkan Ali.

Tingginya hanya 156 cm, tapi aura yang dipancarkan sungguh mematikan. Ia juga memakai zirah pelindung tapi bereda dengan para pasukan PNS yang memakai zirah uranus, zirah yang dikenakannya lebih mirip seragam tempur militer yang terbuat dari karbon padat.

Berwarna hitam dengan beberapa garis cahaya berwarna merah terbentang dari ujung leher ke ujung tangan, dan juga ujung kaki. Di pinggangnya tergantung sebuah pistol yang sangat futuristik dengan warna hitam polos dan garis merah bercahaya. Sangat berbeda dengan Pistol milik polisi yang sering ia lihat di dalam kota.

Seragam tempurnya terlihat ketat karena menampakkan lekuk tubuhnya. Memegang sebuah alat perekam di tangan kanan dan sebuah masker tempur di tangan kirinya. Wajah nya begitu ayu, setidaknya wanita itu pastilah berusia 19 atau 20 tahun. Rambut hitamnya yang sepinggang terurai mulus hingga membuat Ali terpaku. Namun, di balik keindahannya, pandangan membunuh di balik kacamata bundar itu bisa membuat laki-laki mana pun menjauh.

“Ratna, simpan rekaman itu, kita akan masukkan ke dalam laporan untuk rapat nanti,” perintah Gilbert berjalan santai menuju pintu keluar, atau mungkin lebih cocok disebut tirai.

Lihat selengkapnya