3 bulan setelah menetap di sebuah rumah baru, yang lebih luas daripada tempat kami tinggal sebelumnya. Membuat kedua orang tuaku lebih leluasa dalam berkegiatan dan juga kedua kakak laki-laki yang tengah melanjutkan studinya.
Aku terdiam saat melihat segerombolan anak desa melintas di depan rumah. Ada kelakar yang paling terdengar dan sayup-sayup sapa mengudara di kedua telinga. Aku hanya membalas dengan senyum yang tak kutahu berarti seperti apa—kemudian mereka menghilangkan diri dari pandangan.
"Ibu, aku ingin bermain dengan mereka. Bolehkah?" tanyaku kepada seorang wanita yang sedang menyapu lantai.
"Di sini saja. Temani ibu," sahutnya dengan nada terengah-engah. "Habis ini akan kutitipkan dikau kepada bulik," lanjutnya melegakan hati.
"Yeayyy! Habis ini aku bermain," timpalku dengan senyum bahagia.
Waktu menunjukkan pukul 12 siang—sudah saatnya untuk kakak-kakakku pulang. Ibu pun sudah bersiap rapi dan mengantarkanku ke rumah seseorang—yang kupanggil bulik.
"Jangan nakal! Kalau waktunya tidur enggak usah pergi ke mana-mana," pesan ibu kepadaku sembari menyuruhku untuk segera masuk ke rumah yang berwarna orange.
Ibu segera melajukan motor dengan memakai perlengkapan berkendara seperti helm dan sarung tangan kesayangannya. Aku membalikkan badan setelah ibu tidak terlihat oleh pandang—terkejut saat bulik memanggil dan mengisyaratkan untuk masuk ke dalam sebuah kamar.
Tidak langsung menuju ke kamar, aku masih menahan diri untuk duduk di depan televisi—sembari menunggu kepulangan dik Tasya.
"Apa kau sudah makan?" tanya bulik kepada diriku yang tengah asyik menikmati tayangan kartun.
"Sudah bulik. Sebelum berangkat ke sini," jawabku masih dengan pandangan ke sebuah layar persegi yang menampilkan gambar bergerak dan mengeluarkan bunyi dari beberapa rongga di sampingnya.
Tidak lama, 15 menit kemudian dik Tasya pulang dari sekolah bersama ayahnya yang juga pulang dari kantor kerja. Aku langsung mematikan televisi dan mengajaknya untuk bermain sebentar.
"Hai Mbak Noni!" teriaknya senang melihatku yang sudah menunggu di ruang tengah.
"Ayo kita bermain Dek," ajakku sekaligus mengayunkan telapak tangan karena sudah tidak sabar untuk bermain dengannya.
Dik Tasya pun segera masuk ke kamar dan melepas seragam sekolah serta berganti pakaian santai untuk menemaniku bermain.
Aku hanya membawa sebuah benda kecil yang kusebut barbie, dengan pakaian yang mini tanpa beralas kaki.