Paintease

Delima Ami
Chapter #8

Jungkat-jungkit Berimpit

Hari ini adalah hari Sabtu. Sebelumnya ayah libur kerja di hari tersebut, tapi tidak untuk saat ini. Di kantor ayah sedang ada acara besar, sehingga mengharuskan ayah untuk pergi ke kantor.

“Noni nanti kalau bosan, mainan di Taman Kanak-kanak saja ya. Ayah lumayan sibuk hari ini,” ucap Ayah sembari mengelap mobil yang terparkir rapi di parkiran.

“Hmmm, oke Ayah. Ayah yang semangat kerjanya,” ucapku dengan mengangkat kedua tangan seakan memberikan dukungan pada ayah.

10 menit berlalu, aku masih duduk dan memeluk lutut, melihat ayah yang tak kunjung hentinya jalan mondar-mandir. Sepertinya, ayah sedang mengkhawatirkan sesuatu. Tetapi …

“Pak Galih, ayo sekarang.” Suara seorang laki-laki paruh baya yang tiba-tiba menghampiri kami berdua.

“SIAP!” sahut ayah menanggapi ajakan temannya.

“Nak, ayah tinggal dulu ya. Jangan sampai keluar gerbang utama. Main di sekitar sini aja,” pesan ayah kepadaku.

“Baik Ayah. Noni akan jaga diri baik-baik.”

Ayah pun melangkah jauh bersama seorang lelaki yang tak kukenali. Mungkin itu teman akrab ayah atau teman kerja—pokoknya teman ayah. Aku mengembuskan napas, lalu mendongak ke arah langit seraya berkata bahwa, ‘Saat ini aku kesepian, tetapi kenapa aku menikmati sekali.’

Aku teringat pesan ayah, jika aku bosan bisa masuk ke area permainan di Taman Kanak-kanak. Aku beranjak dari tempatku duduk dan menuju ke gerbang Taman Kanak-kanak.

Hanya ada aku saja yang datang meramaikan keadaan. Aku menuju ke ayunan besi berwarna merah dan biru, duduk sendirian tanpa ada yang mendorong ataupun mengajakku berbicara.

"Andai kamu di sini, kita pasti bermain bersama. Kamu yang mendorongku begitupun aku yang sangat senang karena tidak merasa sendirian," gumamku penuh pengandaian.

Aku melamun agak lama dengan menyorot ke arah jungkat-jungkit yang satu tumpu berada di bawah sedangkan satu tumpu lain melayang di udara. Membayangkan aku di sana bermain dengan Dino, sahabat satu-satunya yang selalu ada untukku.

Angin menjelang siang ini sangat teduh, biasanya kalau tidak sedang libur kami semua sudah harus masuk ke dalam kelas masing-masing. Aku menatap pintu ruang kelas Strawberry, membayangkan suasana kelas yang ramai dan suara parau ibu guru mengajar. Terkadang ada di salah satu teman kelas yang menangis karena diusik oleh teman yang lain, pun juga yang tertawa terbahak-bahak hanya karena sebuah lelucon anak taman kanak-kanak.

Tersadar dari lamunan, aku mendengar suara mainan yang berbunyi khas. Suara itu berasal dari area jungkat-jungkit. Aku tak berani melihat, karena ya takut saja jika yang kulihat ternyata sosok hantu di siang hari.

Suara tersebut semakin menjadi, aku menunduk tak berani mendongak. Berharap ada seseorang yang datang mengusirnya ataupun membawaku pergi dari sini. Aku sedikit bergumam, "Ibu ... tolong aku."

Jungkat-jungkit semakin riuh, mana mungkin angin ringan saat ini membuatnya bergerak sendiri. Toh, seberat itu mana kuat mengangkatnya jatuh bergiliran.

Beberapa menit, suara itupun mereda. Tetapi tidak ada satupun orang yang berada di area permainan selain aku. Aku masih tak berani mendongak, ingin saja beranjak lari dan keluar dari taman kanak-kanak ini. Tapi aku takut kalau nanti malah dikejar oleh hantu tersebut.

Hmmm, tapi, hantu yang bagaimana ya sudah berani menjahiliku sendirian di siang bolong ini. Kan aku enggak mengusik dia dan aku masih sibuk memikirkan hantu tersebut sembari berimajinasi tentang wajah hantu itu.

"Noni!"

Lihat selengkapnya