Paintease

Delima Ami
Chapter #15

Menjauh Karena Tidak Puguh

Dua minggu lagi, aku akan lulus dari Taman Kanak-kanak ini. Tidak terasa bagiku untuk memulai pendidikan formal sejak usia 5 tahun. Memang di taman kanak-kanak ini hanya berdurasi kurang lebih 18 bulan saja, selepas itu melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi secara berurutan sesuai aturan di bidang pendidikan.

Hari ini aku berangkat lebih awal, karena ayah harus segera pergi ke luar kota untuk acara meeting dari lini pekerjaan kantornya. Pukul 6 tepatnya, aku sudah duduk manis di ruang kelas.

Ruangan ini masih tampak sepi, membuat rambut-rambut di kedua tanganku berdiri seakan ada hawa dingin yang menyertai. Tiba-tiba saja aku teringat tentang seseorang. Iya, Sandi Javas. Seorang anak lelaki yang selalu ada menemani waktu sunyiku, dahulu. Kini sudah tidak bisa kuharapkan lagi kehadirannya. Karena kami sudah berbeda sekolah, dia saat ini sudah berstatus anak Sekolah Dasar. Baru saja menginjak kelas 1, aku hanya bisa membayangkan dirinya meski sampai saat ini tak kunjung bertemu sapa.

Srek... Srek... Srek...

Aku mendengar seperti seorang yang menyapu halaman, oh tidak. Bukan! Aku mendengar suara itu seperti, orang yang sedang berjalan. Iramanya seperti sering aku dengar, tapi aku sedikit lupa. Aku ingin mengintip di jendela, tetapi aku takut untuk melihatnya. Lalu aku harus bagaimana? Kalau aku di rumah, aku tidak takut sama sekali dengan bunyi-bunyi yang mencurigakan apalagi menakutkan. Kalau yang ini keduanya bersatu padan. Apa aku harus berteriak? Ya kali aja kalau benar-benar manusia, paling nanti hanya kusuguhkan tawa malu-malu. Tapi, kalau bukan manusia? Hwaaa... Ayah, Noni takut.

"Enggak mungkin aku keluar begitu aja. Malah nanti aku kena culik. Hmmm, ini sih. Kenapa juga tadi aku langsung masuk. Kenapa enggak mainan dulu di luar. Kalau gini jadinya, aku bisa ngompol di sini deh."

Srek... Srek... Srek... Srek...

Tuh kan, makin dekat aja. Hohoho, apa aku bersembunyi saja. Barangkali enggak terlalu menakutkan kalau dia benar-benar bukan manusia. Suara sendal kaki yang kini makin dekat saja dari pintu ruang kelasku. Ah! Kenapa harus disaat aku sendirian sih. Setelah suara itu berhenti, aku bangkit dari tempat persembunyianku di bawah meja guru. Suaranya sudah tak terdengar. Aku melegakan hati.

"Itu siapa sih pagi-pagi udah jahil banget," gumamku lirih.

Aku makin penasaran dengannya. Seperti menyerah pada takdir, aku akan bersiap untuk berteriak agar hantu itu lari terbirit-birit. Ya kali aja, hantunya insaf.

Aku berhitung di dalam hati, agar ia tidak mendengarkanku. Ah! Aku makin menjadi orang yang penakut kali ini.

'Satu, dua, dan tiga ….'

"WAAA!!!"

Sontak aku terkejut melihatnya. Yang tadinya takut pun semakin menjadi larut. Ya! Seorang anak laki-laki yang dulu kukenal sangat lekat, kini ia muncul lagi setelah sekian lama menghilangkan diri.

"Sandi!" sapaku memastikan diri.

"Halo Noni," balasnya begitu hangat.

"Kamu kok ada di sini?" tanyaku penasaran.

"Iya, kan biar ketemu adekku yang satu ini."

"Nggak pernah kelihatan, udah sibuk nih ye," sindirku mempersilakannya untuk masuk ke kelas Semangka.

"Kenapa emang? Kamu enggak punya teman ya?"

Oh tidak! Pertanyaan dia menjurus sekali. Tetapi untungnya tidak sesuai dengan realita yang kualami.

Lihat selengkapnya