Tiga bulan sudah aku tidak bertemu dengan kak Yasa secara langsung. Aku kembali ke perpustakaan, tempat di mana kak Yasa mengungkapkan perasaannya. Tujuanku tidak untuk mengenang kejadian yang tinggal kenangan itu, tetapi aku memang ingin mengobati rindu untuk bertemu dengan aksara-aksara yang lebih mendamaikan hatiku ini.
Aku menuju ke arah rak kesusastraan. Di mana banyak novel lokal maupun terjemahan berjejeran dan beberapa karya antologi puisi milik tokoh sastrawan nasional.
"Hari ini aku mau baca novel kali ya, sebagai relaksasi karena rumus-rumus fisika tadi," gumamku lirih.
Aku menemukan sebuah novel yang bersampul elegan, tertulis sebuah judul 'Hujan Bulan Juni' karya bapak Sapardi Djoko Damono. Berwarna krem dan abu-abu yang sangat tepat, terkesan klasik hingga membuatku menjadi tertarik.
Aku meraihnya, mungkin buku yang kuambil telah berpamitan dengan teman-temannya untuk menemani waktuku dan menjamu rasa di reading area.
Aku pun duduk dan menghabiskan waktu untuk membaca isi novel tersebut. Awal kubuka, di bab satu masih belum paham dengan bahasanya.
"Penyair adalah pembaca pertama puisinya sendiri," celetukku mengeja sebuah kalimat akhir tepat pada halaman ketiga tersebut.
Wow! Rupanya bapak Sapardi ini seorang sastrawan ya. Eh maksudku, di dalam tokoh tersebut yaitu Sarwono yang sangat ingin membaca puisinya dengan dimuat di dalam koran.
Tak sadar aku membalik halaman untuk membaca kelanjutan cerita, aku menemukan sehelai kertas yang memuat puisi. Tertulis dengan tinta berwarna hitam, dengan gaya tulisan tegak bersambung ini sangat indah untuk dipandang. Siapa yang menuliskannya? Apakah penggemar bapak Sapardi?
Hujan Bulan Juni
Oleh: Sapardi Djoko Damono
Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu