Paintease

Delima Ami
Chapter #31

Pertemanan di Zona Nyaman

Terbangun dari sebuah mimpi yang panjang—mengingatkan kembali dengan beberapa kejadian yang secara tak disengaja melibatkan hidup seseorang.

"Kenapa harus mimpi kak Yasa lagi sih? Coba mas Setya, lebih enak buat semangat meningkat." Aku berdecak kesal.

Kulihat jam dinding berwarna kuning—sebuah hadiah di hari persahabatan dari kedua sahabatku, Kana dan Lavi.

"Pukul tujuh pagi ternyata."

Aku tidak perlu terburu-buru, karena kelas 11 di semester kedua ini banyak liburnya. Sebab beberapa guru pun fokus menemani dan membimbing kakak kelas 12. Hari ini sengaja aku bangun agak siang, karena semalam aku melemburkan diri untuk mengerjakan tugas Fisika dari bapak guru tercinta. Tugasnya cukup rumit sih, aku juga tidak habis pikir—mengapa sangat begitu tertarik terhadap pelajaran ini. Apa karena dulu—sering lihat kartun Keluarga Nonot kali ya. Hahaha, jadi ingin nonton kartun tersebut lagi. Pasti pemeran Astron dan Nautis sudah pada dewasa, sama sepertiku—atau malah lebih tua dariku.

Setelah bersiap diri, aku segera menuju ke balai desa untuk melakukan kualifikasi bahwa kakak keduaku akan menikah dan tidak bisa mengurus sendiri. Hmmm, baiklah.

Aku pun duduk di ruang tunggu, sembari menunggu nomor antrianku terpanggil. Tak sengaja kulihat seorang lelaki yang tingginya sama seperti mas Setya. Tapi kalau beneran mas Setya—masa sih dia bisa ada di sini? Kan, dia asalnya dari luar kota.

Dia pun duduk di sebelahku. Deg! Memang ini mas Setya Ardhani. Si mas-mas IPS yang tiba-tiba nongol di gazebo tempat aku singgah waktu itu.

"Noni Dhafina, kan ya?" sapa sekaligus tanya lelaki yang kukira mas Setya.

"Iya," jawabku sembari menatap lekat. "Mas Setya Ardhani?" tanyaku memastikan sekaligus untuk menenangkan pikiranku.

"Hehehe, iya. Setya Ardhani."

"Loh, Mas Setya kok bisa di sini? Ada apa?" tanyaku dengan heboh—yang kali ini sangat penasaran dengan kedatangannya.

"Mas lagi ngurusin data pribadi untuk ganti alamat baru, kebetulan lagi ada waktu. Soalnya dari kemarin masih sibuk ngurus proyek," jelasnya yang malah membuat hatiku bahagia secara mendadak, bahkan tak kutahu apa penyebabnya.

Aku mengangguk, padahal masih saja ingin memberinya pertanyaan yang mengganjal di dalam pikiran. Ah sebaiknya tidak perlu, toh habis ini juga akan berpisah lagi. I mean, mungkin dia lagi bantu sanak saudaranya yang akan tinggal di desa ini. Hihihi.

"By the way, Noni tinggal di daerah sini ya?" tanyanya yang berhasil membuatku terkejut.

"Iya Mas, aku tinggal di desa ini."

"Wah, kita harus sering-sering bertemu dong."

Wait! Kita harus sering-sering ... maksudnya apa ya?

"Emang Mas Setya singgah di desa ini berapa hari?" tanyaku yang tanpa harus berpikir untuk merapikan tatanan kata.

"Kok berapa hari sih, hahaha. Aku ke balai desa tuh mau urus pergantian alamat domisili. Mas akan tinggal di desa ini." Mas Setya menjelaskan dengan antusias.

Deg! Demi apa sih? Kok benar-benar mengejutkan diri.

"La … lalu, Mas di kota ini mau ngapain?"

"Mas kan sedang lanjut kuliah, kebetulan mas ambil Teknik Informatika. Hahaha, lintas jurusan yang sangat mencengangkan. Tapi mas sendiri tetap bisa menikmatinya. Nah, sekalian mau bantuin sepupunya mas buat kembangin usahanya."

Wow! Aku harus bersyukurkah atau hanya biasa saja? Mengapa kami berdua selalu dipertemukan dengan cara yang sangat-sangat tidak terpikirkan bahkan mengejutkan pikiran.

Lihat selengkapnya