Paintease

Delima Ami
Chapter #36

Pejuang Garis Keras

Sabtu sore kini merekah dengan senja yang begitu ramah. Seperti biasa, aku menghabiskan hari di kebun belakang rumah untuk menyaksikan si langit jingga bersama mas Setya.

"Anyway, kamu besok ke mana?" tanya mas Setya sembari menyeruput seduhan kopi kintamani yang didapatnya saat mengerjakan proyek di Bali.

"Antara ikut mas Setya, Lavi, dan temanku yang satunya." Aku menjawab dengan cukup santai.

"Uhukkk!" Mas Setya tersedak saat meneguk kopi yang masih sangat panas itu.

"Mas Setya gapapa?" tanyaku memastikan.

"Ekhem ... mas gapapa," jawabnya dengan singkat. "Eh, temanmu yang satunya itu siapa? Kana? Atau Yasa?" tanya mas Setya sangat liar.

Hah? Kenapa jadi bahas Kana sama kak Yasa sih mas.

"Hmmm, bukan mereka berdua. Itu temanku waktu di Taman Kanak-kanak dulu. Dia ngajak aku jalan," jelasku dengan terbuka.

"Cowok?" tanya mas Setya begitu menelisik.

"Iya, cowok. Namanya Naba," jawabku menyertakan nama si rambut ikal.

"Noni!"

"Ken ... kenapa Mas?" tanyaku setengah terkejut.

"Jangan ketemu sama dia ya. Mas mohon sama kamu, atau kamu jalan sama Lavi aja. Mas lebih ikhlas kalau kamu pergi sama Lavi, jangan sama Naba."

Hah? Kok mas Setya jadi posesif gini sih?

"Memangnya kenapa Mas? Ada yang salah?" tanyaku dengan penasaran.

"Iya, salah. Kamu enggak boleh komunikasi lagi sama dia. Ya?"

Aku mengernyitkan dahi. Menatap lekat kecemasan yang tampak di wajah mas Setya. Sepertinya dia tahu tentang sesuatu yang tidak aku tahu. Bahkan Naba—si rambut ikal yang mungkin tak dikenal oleh mas Setya pun kini seolah mas Setya yang paling mengenalnya.

"Noni pengin dengar alasan yang logis."

Mas Setya mengatur posisi, dia menegakkan punggung yang sedari tadi bersandar di tiang gazebo kayu ini.

"Naba adalah adik kandung dari Yasa," jelas mas Setya dengan penuh kesantaian.

Deg! Apa? Kok bisa sih?

"Serius Mas?" Aku masih meminta kebenaran yang hakiki—tepatnya penjelasan yang lebih logis lagi.

"Kamu saat itu sudah dilarikan ke rumah sakit Dek. Mas Setya ikut pak RT ke kantor polisi untuk mengetahui keberlanjutan sikap yang dilakukan polisi. Nah, kebetulan keluarga Yasa datang. Ada Kana dan si Naba. Mereka berdua merayu pihak kepolisian untuk membebaskan Yasa—yang saat itu masih berada dalam pengaruh minuman keras."

Aku bergeming. Seketika lemas karena harus mengingat kembali kejadian di malam itu—kejadian yang sangat tidak ingin aku ingat bahkan terjadi lagi di dalam kehidupanku.

"Jadi, seharusnya Naba sudah tahu masalah itu?" tanyaku yang masih tidak percaya dengan takdir semesta.

"Iya Noni. Dia sudah sepenuhnya tahu. Anyway, kalian berdua ketemu di mana emang?"

"Waktu hari Minggu yang lalu, aku kan me time di pusat kota. Nah, kami bertemu di jalanan dekat nasi padang depan Rumah Sakit Umum Daerah—secara tidak sengaja." Aku menjelaskan dengan singkat hingga tak berinisiatif untuk melanjutkan.

"Hmmm, ya udah. Sekarang kan kamu tau, jadi keputusan tetap ada ditanganmu. Block aja nomor teleponnya," ucap mas Setya.

Lihat selengkapnya