Sepekan setelah pengumuman penolakan, aku makin siap mempersiapkan dua waktu yang sama-sama akan menentukan keberlanjutan keinginanku untuk merantau—yaitu tes masuk perguruan tinggi.
Ibu dan ayah mengetahui hal ini, untungnya mereka berdua memperbolehkanku untuk pergi menjalani tes. Meskipun kata 'boleh' belum tentu suatu 'restu', siapa tahu takdir Allah berbalik.
"Noni, kamu masih kekeh untuk merantau?" tanya mas Setya yang sedang menemaniku duduk di depan teras rumah.
"Iya Mas, tetapi tidak sepenuhnya. Ya, aku sudah terlanjur membayar uang tes sebelum pengumuman kemarin. Jadi ya, mari kita coba aja."
Malam yang sangat sejuk bagiku, ditemani segelas teh hangat jasmine kesukaanku. Pun juga mas Setya yang selalu membuat sunyi menjadi ramai.
"Aku berharap kamu stay di sini." Mas Setya berbisik genit kepadaku.
"Hahaha, biar apa?" tanyaku setengah menggoda.
"Biar kita bisa jadi pasangan yang sehati dan sejiwa, hahaha."
Duar! Rasanya jantungku berdetak sangat cepat. Apakah mas Setya sengaja membuatku menjadi salah tingkah seperti ini?
"Mulai deh, Mas Setya enggak jelas nih."
Kami berdua pun tertawa sangat liar. Membicarakan tentang hal yang aneh hingga menjadi buah pemikiran yang logis. Terkadang, mas Setya itu penuh teka-teki. Akunya saja yang tak pandai memahami. Atau, diriku terlalu cepat menyimpulkan hal yang belum selesai. Lalu, mas Setya yang mencoba untuk mengurai—tiap helai permasalahan yang ada di antara kami.
"Noni," ucap mas Setya memanggil namaku.
"Iya Mas," sahutku penuh perhatian.
"Kalau kamu jadi makhluk angkasa, kamu lebih pilih bintang apa rembulan?"
"Hmmm, apa ya enaknya?"
Mas Setya pun menatapku lekat, bahkan terkira sekitar 10 sentimeter saja. Ia sedang menunggu jawaban terbaikku. Jawaban yang sebaiknya tak kujawab seenak hati, melainkan sepenuh hati.
"Noni pilih jadi bintang saja," ujarku sembari beralih pandang ke arah langit malam.
"Kenapa?" tanya mas Setya yang masih saja menatapku sangat erat.
"Jadi bintang itu cukup mungil. Ia lebih keras berjuang supaya bisa berada di sisi sang rembulan. Karena harus menempuh jarak ketika tak berdekatan dengan rembulan, bintang akan berusaha untuk mendapatkan posisi terbaik agar bisa beriringan dengan sang rembulan. Sangat indah bukan? Bila bintang tersebut menjadi bintang yang paling bersinar bersama rembulan yang cukup menawan."
Kali ini aku menjawab dengan penuh perasaan—aku membayangkan bila posisiku saat ini adalah seperti bintang dan mas Setya menjadi rembulan yang sangat menawan.
"Cie ... Noni udah jago nih!"
"Kok jago?"