Paintease

Delima Ami
Chapter #42

Busy to be Cozy

Mentari bersinar, tak gentar menembus jendela kamar. Hangat menyapaku dengan pantulan cahaya dari cermin kecil di meja belajarku. Masih dalam suasana me time, hari ini aku melanjutkan self-healing dengan suasana hening—jauh dari perihal yang bising. Di tengah asyik aku membaca, sebuah dering telepon terdengar begitu menantang—mengusik ketenangan hatiku yang sedang menghayati uraian kisah dari para tokoh yang telah disebutkan oleh si penulis.

"Ini, nomor siapa?"

Aku mendapatkan panggilan dari nomor yang tidak aku kenal. Siapakah orang ini? Angkat tidak ya? Atau lebih baik aku biarkan saja? Tapi kalau orangnya penting—semisal teman aku? Ah, tapi kalau teman aku—dia pasti sudah kirim pesan singkat.

Setelah panggilan tersebut berhenti, nomor yang baru saja meneleponku—mencoba untuk menelepon ulang. Hingga kali kelima. Jujur, aku adalah tipe orang yang ketika ada panggilan dari nomor asing—tidak pernah berani untuk aku angkat. Mengapa? Ya, karena sangat tidak penting. Selain itu, terkadang panggilan tersebut juga akan berujung dengan dunia tipu-tipu—seperti ada oknum yang sengaja menyamar menjadi orang terdekatku dan meminta bantuan untuk dikirimkan sejumlah uang. Oh, ayolah para oknum! Kalian ini mau menjadi generasi penerus bangsa yang bagaimana? Ada lagi juga tentang perihal pesan singkat yang berisikan hadiah uang bernilai jutaan rupiah, pinjaman uang, dan cara menggandakan uang dengan pesugihan serta ilmu sesat yang demikian. Stop to do that, please! Hidup untuk melakukan kebaikan, mengapa harus selalu menjadikan diri untuk berbuat buruk?

Pesan singkat pun masuk, kali ini bukan dari oknum yang sudah tersebut sebelumnya. Ternyata, yang meneleponku adalah Mas Setya. Ada apa dengan dia?

 

Dari : +6282315679088

Ini Mas Setya, angkat teleponnya. Ada yang ingin mas sampaikan.

 

Tak lama, nomor tersebut memanggilku lagi. Dan kini, aku memberanikan diri untuk mengangkat panggilannya.

 

"Halo."

"Hai, Mas Setya."

"Terima kasih sudah percaya dan menjawab panggilanku."

"Iya Mas."

"Nanti sore, mas boleh ke rumah? Atau kita jalan?"

"Mau ngapain Mas?"

"Mas pengin ketemu sama kamu Non, boleh?"

"Mmm, Mas datang ke rumah aja ya."

"Oke, siap. Noni sedang apa?"

"Aku lagi membaca buku Mas."

"Oh, lagi baca buku ya. Maaf ya, kalau mas ganggu kamu."

"Enggak kok Mas. Santai aja."

"Mas Setya enggak ditanya balik nih?"

"Mmm, Mas Setya memangnya sedang apa?"

"Mas lagi sibuk banget nih."

"Kalau sibuk, ngapain harus bilang ke Noni?"

"Eits ... jangan sensitif dulu. Kan sibuk atau tidakbukan jadi alasan

untuk lalai memberikan kabar."

"Hmmm."

"Mas lagi sibuk mikir seorang perempuan nih. Noni bisa bantu mas enggak ya?"

Mas Setya ini punya hati apa enggak sih? Kok tiba-tiba bahas perempuan—adakah sosok perempuan yang sedang ia cinta saat ini? Siapakah dia?

"Bantu kayak gimana Mas?"

"Bantuin jadi penyemangatnya."

Lihat selengkapnya