Kring, kring!!
Damar membuka matanya dan menemukan dirinya tertidur di meja kerjanya di rumahnya. Sial!! Damar mengumpat karena hpnya terus berdering mengganggu tidurnya. Siapa yang menelpon? Apa mereka nggak tahu, aku belum tidur selama dua hari ini??
Meski merasa kesal dan mengantuk setengah mati karena baru tidur selama tiga jam, Damar tetap mengambil hpnya, mengintip nama pemanggilnya yang muncul di layarnya sebelum menimbang akan mengangkatnya atau mengabaikannya.
Ali. Nama yang muncul di layar hp Damar adalah Ali-asistennya sekaligus orang paling dipercayainya di tim. Niat hati ingin tidur lebih lama dan mengabaikan panggilan yang masuk, akhirnya Damar urungkan karena tahu Ali tidak akan menghubunginya jika tidak benar-benar penting.
Klik! Damar menerima panggilan Ali. “Ehm?? Kenapa??”
“P-Pak?” Suara Ali terdengar sedikit was-was.
“Ya, Li. Aku dengar. Ada apa??”
"Terjadi lagi, Pak! Kami menemukannya lagi, Pak!”
Mendengar penjelasan Ali, Damar yang tadinya masih setengah mengantuk dan berniat untuk tidur lagi, langsung membuka matanya lebar-lebar dan kehilangan hasratnya untuk menutup mata lebih lama. “Di mana?”
“Di kawasan perumahan Y, Pak. Sebentar lagi akan saya kirimkan alamatnya, Pak.”
“Korbannya??” Damar sudah tidak sabar dengan berita yang baru didengarnya. “Lidahnya hilang juga??”
“Ya, Pak. Semuanya sama persis dengan korban sebelumnya. Korban dibius, tubuhnya diikat, tusukan mematikan tepat di jantungnya dan terakhir lidahnya diambil.”
“Kalo gitu kirimkan alamatnya sekarang, aku akan ke sana! Amankan TKP-nya jangan sampai ada yang ngerusak TKP-nya! Mungkin kali ini, kita akan temukan buktinya!” Damar memebrikan arahan kepada Ali, sembari mengambil jaket, kunci mobil dan bersiap untuk segera berangkat.
Tuk, tuk!!