"Makasih ya," ujarku tanpa menatap Lee Kang In.
"Iya sama-sama," jawabnya menatapku lembut.
Aku langsung membuka gerbang dengan canggung, namun pria bertubuh tinggi itu masih berada dibelakangku sambil memayungiku, saat gerbang terbuka, aku langsung berlari masuk ke dalam rumah, tanpa menutup kembali gerbang tersebut.
Tiba di depan pintu rumah, aku menoleh kearah gerbang untuk memastikan apakah pria itu masih berdiri di depan gerbang atau sudah pergi, dan ternyata pria itu sudah pergi berjalan menuju rumahnya, tubuhnya yang tegap dibawah payung hitam membuat mataku tidak bisa berpaling darinya, sampai akhirnya tubuh pria itu kini sudah tidak terlihat lagi.
Aku tersadar dan menggelengkan kepala beberapa detik, kemudian mengetuk pintu, pintu pun terbuka.
"Ya ampun dek, kakak kan udah bilang, kalau udah sampe di halte kabarin, biar kakak jemput, kenapa sih keras kepala banget dibilanginnya," omel kak Andraste dengan wajah panik.
"Kak, coba kakak lihat deh, baju aku basah gak?" tanyaku tenang menatap kak Andraste.
Kak Andraste memutar badanku dan memeriksanya dengan teliti, beberapa detik kemudian dia menatapku heran.
"Kok gak basah? Bukannya tadi kamu bilang gak bawa payung?" tanya kak Andraste bingung.
"Clear kan? Yaudah aku capek mau istirahat. Good night my brother," ujarku berjalan masuk ke dalam rumah dan meninggalkan kak Andraste.
Pria itu melihat ke arah gerbang seperti sedang mencari sesuatu, kemudian berjalan masuk ke dalam rumah masih dengan wajah bingungnya.
Tiba di kamar, aku langsung menggantungkan tas didekat lemari dan menaruh ponsel di atas meja belajar, kemudian berjalan menuju lemari dan membawa baju tidur. Aku keluar dari kamar dan berjalan menuju kamar mandi untuk mandi, betapa terkejutnya aku saat pintu kamar terbuka, ternyata kak Andraste sudah berdiri di depan pintu kamarku, sambil melipat kedua tangannya dan bersandar ditembok.
"Kakak ngapain berdiri di depan kamar aku?" tanyaku sinis.
"Tadi kamu pulang dianterin seseorang kan?" tanyanya dengan tatapan mengintimidasi.
Aku hanya menatap sinis kak Andraste dan berjalan meninggalkannya, namun baru saja dua langkah, kak Andraste menahan tangan kananku.
"Apa susahnya sih tinggal jawab iya atau nggak," ujar kak Andraste dengan wajah kesal.
"Iya," jawabku singkat dengan tatapan sinis.
"Sama siapa?"
"Kan merembet. Kak, Riana capek ini pengen buru-buru mandi terus tidur."
"Yaudah makanya cepet jawab."
"Tetangga di depan rumah kita," jawabku ketus tanpa menatap kak Andraste.
Seketika wajah kesal kak Andraste berubah menjadi senyuman bahagia.
"Yaudah, silahkan mandi adikku sayang. Good night," bisiknya dikupingku, kemudian pergi meninggalkanku.
"Dasar manusia aneh," cibirku dan berjalan menuju kamar mandi.
Aku benar-benar tidak mengerti, apa yang kak Andraste lihat dari pria menyebalkan tersebut, bisa-bisanya dia ingin adik satu-satunya ini berjodoh dengan pria dingin, menyebalkan dan aneh itu. Lima belas menit kemudian, aku keluar dari kamar mandi dan kembali berjalan menuju kamar, tiba di kamar, langkahku berjalan menuju meja belajar dan mengambil ponsel, aku menyalan ponsel tersebut, ternyata ada satu pesan masuk.
Kak Amanda
Btw ka,mau ikutan kuis Gaspol RBTV?
Perwakilan KFJ 4 org cewek semua..