Kini langit sudah berubah menjadi terang, cahaya mentari mulai menembus kaca ruang tamu, dan membelai lembut wajahku dan juga Kang In, mata sipitku perlahan mulai terbuka, aku menatap pria di samping kiriku yang saat ini sedang menatapku lembut.
Beberapa detik, kepalaku masih nyaman bersandar di pundak kiri Kang In, setelah kesadaranku sepenuhnya kembali, aku langsung menjauhkan kepalaku dari pundak lebar pria tersebut.
"Ma ma maaf," ujarku canggung.
"Gwaenchanh-a," ujar Kang In pelan dan lembut, yang kini masih menatapku lekat.
Aku bangkit dari dudukku masih dengan rasa canggung, beberapa detik kemudian, Kang In pun bangkit dari duduknya, dan menatapku lembut, kemudian berseloroh.
"Yaudah kalau gitu, aku pulang ya."
"Iya. Makasih ya," ujarku canggung.
Pria bertubuh tinggi dan berkulit putih itu, perlahan pergi meninggalkanku dan kini sudah tidak terlihat lagi. Ini perasaan apa, kenapa aku jadi merasa canggung saat berada di dekat dia, padahal sebelumnya hal tersebut tidak pernah terjadi.
"Aiiisshh," umpatku sambil mengacak-acak rambut.
Aku berjalan menuju kamar, sepanjang jalan, entah kenapa isi kepalaku dipenuhi oleh wajah pria menyebalkan yang tinggal di sebrang rumahku. Tiba di kamar, langkahku menuju jendela dan berdiri beberapa detik menatap rumah Kang In, tanpa diduga, saat aku sedang menatap rumah tersebut, pria bertubuh tinggi besar itu menatapku datar dari balik jendela kamarnya, mengetahui hal tersebut, sontak aku panik dan menarik tirai untuk menutup jendela.
"Aaarrggghhhhh~~bego bego begoooo," makiku sambil menutup wajah menggunakan kedua telapak tangan.
"Lo tuh harusnya tadi langsung mandi, bukannya malah ngintip rumah pria aneh ituuu," lanjutku memaki.
Beberapa detik aku menenangkan diri, kemudian berjalan menuju kamar mandi, konser mini mulai bergema di kamar mandi, mungkin ini bisa mengurangi rasa maluku karena peristiwa tadi.
Beberapa pertanyaan mulai bermunculan di kepalaku, bagaimana jika nanti aku bertemu dengan Kang In? Bagaimana jika dia menanyakan alasanku mengintip rumahnya? Atau bagaimana jika dia berpikiran aku menyukainya? Astagaaa ini benar-benar membuatku gila.
12 menit kemudian, aku selesai mandi, dan berjalan menuju meja rias kemudian duduk sambil menyisir rambutku.
"Nih rambut perasaan masih aja sepundak, ngapa kagak panjang-panjang dah," ujarku, mengasihani rambutku sendiri.
Selesai menyisir dan memakai pelembab wajah, aku bangkit dari meja rias dan berjalan menuju dapur untuk sarapan, tidak tidak ini bukan sarapan, karena jam sudah menunjukkan pukul 10.45, aku membuka kulkas, dan mengambil beberapa bahan yang tersedia di sana untuk kumakan.
Sebelum mulai memasak, seperti biasa, aku akan memutarkan lagu-lagu milik BTS, agar suasana masak menjadi menyenangkan, lagu sudah mulai terputar dan aku mulai memasak. Ini bukan pertama kalinya aku tinggal di rumah seorang diri, jadi saat hal seperti ini terulang kembali aku sudah tidak terkejut, lagi pula, anggap saja kehidupanku yang saat ini sendiri, sebagai simulasi sebelum aku pergi dan tinggal di Korea Selatan selama 3 tahun untuk melanjutkan studi S2 ku tahun depan.
Kalian pasti bertanya-tanya, kenapa aku tidak menghubungi kedua orang tua, kakak maupun temanku terlebih dahulu, jawabannya karena aku tidak terlalu suka berkomunikasi dengan seseorang melalui ponsel, aku akan berkomunikasi dengan mereka, hanya jika aku sedang ingin menghubungi mereka saja, bahkan jika depresiku sedang kumat, aku bisa mematikan ponselku dan menarik diri dari orang sekitar selama berbulan-bulan.
Beberapa temanku membenci hal yang kulakukan ini, tapi mereka juga tidak bisa melarangku untuk tidak melakukannya, entah kenapa rasanya sangat tenang, saat aku memutuskan tidak memegang ponsel selama berbulan-bulan, karena melihat media sosial membuat kepalaku sangat berisik dan terasa sakit, saat aku masuk di media sosial rasanya seperti sedang tidak hidup.
Masakan pun sudah matang, aku memindahkan beberapa menu dari kuali ke piring, kemudian menyimpannya di atas meja makan, aku duduk dan mengambil sedikit nasi di atas piring, kemudian menyendok beberapa menu dan mulai memakannya.
Cuaca hari ini sangat cerah, setelah kemarin hujan turun sepanjang hari, saat aku sedang menikmati makananku, tiba-tiba saja ponselku berbunyi, aku meraih ponsel yang tergeletak di samping kananku dan menatap layar tersebut, ternyata satu pesan dari Kevin.
Kevin
Kak, hari ini ke kafe gak?
Riana
Nggak vin, tolong kamu handle dulu ya
Kevin
Okay
Ponsel kembali kuletakkan di atas meja makan, dan aku kembali melanjutkan makan, sebenarnya suasana seperti ini membuatku tenang, namun di satu sisi aku juga kadang merasa kesepian karena tinggal sendiri di rumah, dan aku harus berada dalam situasi seperti ini selama lima hari ke depan, sampai kak Andraste kembali, sedangkan kedua orang tuaku akan pulang seminggu lagi.
Selesai makan, aku langsung mencuci piring dan juga gelas di westafel sebelum aku kembali ke kamar, aku membuat susu dingin dan juga memotong buah apel terlebih dahulu, aku membuka kulkas dan mengambil satu kaleng susu putih dan juga apel, susu kutuangkan ke dalam gelas, kemudian aku mengambil beberapa es batu dan menaruhnya di dalam gelas yang sudah berisi susu putih, kaleng susu kembali kusimpan ke dalam kulkas, setelah itu aku mulai mengupas kulit apel dan memotongnya menjadi dadu kecil, kemudian kutaruh dipiring berukuran kecil, setelah itu, aku membawa susu dan apel tersebut ke kamar.
Tiba di kamar, aku langsung menaruh susu dan piring yang berisikan apel di atas meja belajarku, lumayan ada waktu 4 jam untuk belajar bahasa korea dan menyelesaikan projek naskah film ku, sebelum Eira datang ke rumah.
Langkahku berjalan menuju jendela, dan mengintip dari celah gorden, untuk memastikan bahwa pria aneh itu sudah tidak ada, dan benar saja, pria itu sudah tidak ada, aku pun membuka gorden yang tadi kututup, setelah gorden terbuka lebar, langkahku kembali menuju meja belajar, kemudian duduk, tanganku langsung mengambil buku bahasa korea, dan membuka materi yang membahas tentang film, kemudian memutar playlist favoritku, dan mulai belajar.
Mungkin sebagian dari kalian ada yang merasa heran, kenapa aku belajar sambil mendengarkan musik, aku pun sama herannya dengan diriku sendiri, namun jka tidak begitu, materi yang kupelajari tidak akan masuk ke dalam otakku. Sejak kecil aku tidak bisa, jika belajar dalam suasana hening, karena itu akan membuatku cepat bosan dan merasa ngantuk.
"Gess akhiran ini diletakkan pada bentuk dasar kata kerja atau kata sifat untuk menyatakan dugaan. Apabila diletakkan bersamaan dengan akhiran bentuk honorifik si atau akhiran kata lampau ass/eoss, maka gess diletakkan setelah akhiran si dan atau ass/eoss," lanjutku membaca materi tersebut.
"Oooowwhhh iya iya gue ngerti, berarti kalau gess ketemu sama bentuk dasar kata kerja atau sifat, da nya diilangin, terus diganti sama gess. Tapi kalau dia ketemu si atau ass/eoss ditaronya setelah si atau ass/eoss, ya ampun pinter banget sih lo Mariana," ujarku tersenyum bangga pada diri sendiri.
Belajar bahasa korea hari ini sangat menyenangkan, karena semua tata bahasa di materi ini aku paham, namun lain halnya, jika ada satu tata bahasa yang tidak kumengerti, kepalaku langsung sakit dan emosiku langsung meningkat.
Jam beker telah berbunyi, hal tersebut menandakan bahwa 2 jam sudah berlalu, buku pun kututup dan kusimpan ditempat semula, kini tanganku meraih laptop dan menekan tombol power. Sambil menunggu layar laptop menyala, aku meminum susu terlebih dahulu, kemudian memakan dua potong semangka.
Layar laptop kini sudah menyala, perlahan tanganku membuka file naskah film tersebut, file terbuka, jari-jemariku mulai lincah menari di atas keyboard, tanpa kusadari, ternyata aku menceritakan kejadian tadi malam bersama Kang In, di mana Kang In datang untuk menemaniku.
"Ini ngapa gue jadi nulis kejadian tadi malem sih, nggak nggak, lo gak mungkin punya perasaan sama cowok itu Mariana, lo nulis karena momennya bagus untuk cerita lo ini, bukan karena lo punya perasaan buat dia. Iya bener karena momennya bagus, makanya gue tulis," ujarku meyakinkan pada diri sendiri.
Beberapa detik kemudian, aku pun kembali melanjutkan menulis naskah film tersebut, sambil sesekali bersenandung dan memakan buah apel yang tadi sudah kupotong. Hari ini suasana hatiku sungguh sangat baik, bukti nyatanya adalah senyum dibibir merah mudaku terus terpancar, terima kasih Tuhan atas kebahagiaan yang kau berikan hari ini kepadaku, walaupun aku tidak tahu apa penyebabnya, namun aku tidak ingin memikirkan hal tersebut.
Perasaan seperti ini yang selalu aku rindukan setiap kali fase depresi berkunjung ke jiwaku. Ponselku berdering, aku menatap layar tersebut, ternyata satu pesan dari Eira, tanganku berhenti mengetik dan meraih ponsel tersebut, kemudian membalasnya.
Eira
Gue otw
Riana
Okay, hati-hati