Mataku masih menatap lurus ke arah monas dengan laptop yang masih berada di atas pangkuanku, melihat keindahan kota Jakarta dari lantai 24 adalah salah satu bentuk terapi untuk kesehatan mentalku. Ini adalah Perpustakaan Nasional, tempat favorit keduaku setelah rooftop.
Selain sebagai tempat terapiku, lantai ini juga bisa memberikanku banyak ide saat menulis novel maupun naskah film. Menuangkan semua ide yang ada dikepala, sambil sesekali menatap pemandangan Kota Jakarta dibalik kaca besar didepanku, sudah sangat membuatku bahagia.
Aku menarik napas dalam dan menghembuskannya kencang sambil tersenyum simpul, mataku kembali beralih menatap layar laptop yang berada di atas pangkuanku. Jari-jemari lentikku kembali menari dengan lincah diatas keyboard.
Tidak terasa ternyata sudah dua jam aku duduk ditempat ini, aku menatap jam yang melingkar ditangan sebelah kananku, kini sudah menunjukan pukul 15.55. Kupindahkan laptopku ke atas meja di samping kursi, kemudian menyimpan hasil tulisanku dan mematikannya, tanganku meraih tas laptop yang berada dibawah kakiku, dengan sedikit badan membungkuk, aku mengambilnya kemudian memasukkan laptop tersebut.
Tubuhku perlahan bangkit dari tempat duduk, aku menyelempangkan tas laptop dipundak sebelah kanan, perlahan langkahku menuju lift, aku menekan tombol lift dan menunggu beberapa detik sebelum akhirnya pintu lift terbuka, aku masuk ke dalam lift setelah pengunjung lain keluar dari dalam lift, pintu lift pun tertutup, beberapa detik pintu lift kembali terbuka di lantai satu.
Aku berjalan keluar lift dan menuju halte IRTI untuk keliling Jakarta menggunakan bus tingkat wisata dengan atap tebuka, di mana rute BW 10 ini meliputi IRTI – Gambir 2 – Gambir 1 – Juanda Istiqlal – Monas 1 – Monas 2 – Monas 3. Langkahku kini terhenti tepat di samping bus tingkat, untuk menunggu antrian masuk ke dalam bus tingkat, setelah menunggu sekitar 25 detik, aku pun masuk dan melakukan tap in, kemudian berjalan menuju ke lantai dua.
Aku berdiri di depan, entah kenapa langkahku rasanya ingin menaiki bus tingkat ini sebelum pulang ke rumah, perlahan bus tingkat mulai melaju sesuai rute, hembusan angin membelai lembut tengkukku yang tidak tertutup oleh rambut karena dicepol. Senyumku perlahan mulai terukir dibibir kecil ini, terdengar suara pemandu yang sedang menjelaskan beberapa bangunan yang dilewati, beberapa kali aku menutup mata, rasanya benar-benar tenang.
Kurang lebih 44 menit sudah bus tingkat ini berkeliling, akhirnya aku sampai di halte IRTI dan turun dari bus tingkat, langkahku cepat menuju halte balai kota yang berada disebrang halte IRTI, aku melakukan tap in dan berjalan menuju petugas pria transjakarta.
"Maaf kak, mau tanya tujuan stasiun palmerah naik tj berapa ya?"
"Ini kak bis nya, yang 6D, nanti kakak turun di Tosari," menunjuk transjakarta.
"Oke, makasih ya kak," aku langsung berlari masuk ke dalam transjakarta.
"Tahan tahan, ragunan tahan," ujar petugas pria tersebut menggunakan micnya.
Aku masuk dari pintu belakang, kemudian berjalan menuju ke depan dan duduk disamping wanita paruh baya yang sedang asik dengan ponselnya. Napasku sedikit tidak beraturan, kusandarkan punggungku disandaran bangku, sambil mengatur napas dan beberapa kali menutup mata.
Beberapa menit, aku baru sadar jika rute yang dilewati oleh transjakarta ini bukan rute ke arah halte Tosari, aku memutuskan untuk bertanya kepada wanita paruh baya yang berada di sampingku.
"Maaf bu, ini lewat Tosari gak ya?" tanyaku bingung.
"Oh ini mah gak lewat Tosari neng, ini ke arah ragunan, kalau Tosari kan ke sana," ujarnya sambil menunjuk ke arah jalan, dari balik kaca yang sudah dipenuhi uap dan air hujan.
"Nanti kamu turun di mampang aja, terus naik yang 6B turun di Tosari," lanjutnya sambil menatapku.
"Oh iya bu, makasih ya." Jawabku tersenyum sambil mengangguk.
Beberapa detik suasana hening dan wanita paruh baya itu pun kembali memainkan poselnya, tidak lama dia menunjukan gambar rute Tosari yang berada diponselnya kepadaku.
"Tuh neng, benerkan naik 6B, nanti ambil jalur yang berlawanan ya," ujar wanita paruh baya itu tersenyum.
"Iya bu, makasih ya bu," jawabku tersenyum, wanita paruh baya itu mengangguk.
"Nanti turunnya setelah halte ini ya," menunjuk ke papan pemberitahuan yang terdapat di atas pintu menuju ke ruang supir.
Aku mengangguk menatap wanita paruh baya tersebut, hujan semakin deras mengguyur kota Jakarta dan diikuti beberapa petir yang membelah langit dengan cahaya cepatnya. Transjakarta pun berhenti di halte Gatot Subroto Jamsostek, penumpang silih berganti, beberapa detik kemudian, transjakarta kembali jalan.
Pengumuman halte selanjutnya sudah terdengar, mataku menatap ke arah jendela yang sudah dipenuhi uap, transjakarta berhenti di halte Mampang Prapatan.
"Bu, saya duluan ya, sekali lagi terima kasih," ujarku tesenyum.
"Iya neng, hati-hati," jawabnya tersenyum.
Aku bangkit dari tempat duduk dan berjalan menuju pintu transjakarta, transjakarta berhenti, pintu pun terbuka, aku melangkah keluar. Tidak lama kemudian transjakarta 6B tiba, aku pun segera masuk, entah apa yang sedang terjadi padaku, dengan bodohnya aku menaiki transjakarta 6B arah Ragunan, dan hal tersebut baru kusadari setelah melewati tiga halte.
"Aaaiisshhh shibal," gerutuku pelan.
Aku menatap jendela dengan raut wajah kesal. Ya, hal konyol yang seharusnya tidak terjadi, justru terjadi, hujan semakin deras mengguyur kota Jakarta, transjakarta berhenti di halte Buncit Indah, aku pun turun dari transjakarta dan berjalan menuju petugas pria di halte tersebut.
"Maaf kak, mau tanya, kalau mau ke Tosari nunggu di koridor mana ya?"
Terlihat kebingungan diwajah petugas pria tersebut.
"Tosari ya," diam beberapa detik sambil berpikir dengan wajah bingungnya.
Aku yang menyadari hal tersebut, tanpa menunggu lama langsung berkata.
"Tadi katanya naik transjakarta 6B."
"Oh iya, naik 6B kak, tunggu di depan," sambil menunjuk ke arah depan dekat tangga.
"Yang deket tangga itu ya kak?" tanyaku memperjelas.