Palung Mariana

Nisya Nur Anisya
Chapter #24

OPERA

Aku menatap jalan raya dari balik jendela transjakarta, dengan headphone hijau toska yang melingkari kepalaku. Hari ini suasana hatiku benar-benar terasa datar, setelah hari-hari sebelumnya fase depresi itu kembali datang dan kini semuanya hilang dalam hitungan detik, aku benci suasana hatiku yang seperti ini, selain aku tidak bisa merasakan sedih atau pun bahagia, ide-ide yang ada dikepalaku pun seketika menghilang.

Kini aku menyandarkan tubuhku ke kursi dan menutup mata sipitku perlahan, sambil menikmati beberapa lagu milik BTS yang kuputar sedari tadi. Harusnya hari ini aku merasa bahagia karena akan menonton pertunjukan opera, namun kenyataannya biasa saja.

Seringkali terlintas dikepalaku, jika aku mendapatkan beasiswa S2 di Korea Selatan pasti mentalku akan lebih baik. Namun saat momen kegagalan itu muncul kembali, dalam sepersekian detik rasa percaya diriku hilang.

Transjakarta yang kunaiki berhenti di halte Simpang RP Soeroso, aku berjalan menuju ruang kemudi dan melakukan tap out, setelah itu turun dari transjakarta.

"Terima kasih ya pak," ujarku tersenyum menatap supir dan kondektur transjakarta tersebut.

"Iya sama-sama neng," jawab supir dan kondektur transjakarta bersamaan.

Aku berjalan sedikit menuju Taman Ismail Marzuki, sebenarnya acara dimulai pada pukul lima sore, tapi pada pukul empat sore aku sudah tiba di Taman Ismail Marzuki, aku pikir jalanan akan macet oleh karena itu aku berangkat dua jam lebih cepat, dan ternyata jalan raya tidak begitu macet. Huh, tapi yasudahlah, aku menunggu saja dulu di luar.

Langkahku berjalan menuju tangga gedung teater kemudian duduk, aku melihat beberapa mahasiswa ada yang sedang melakukan syuting, suasana di sini juga tidak begitu ramai maupun sepi. Aku menatap para mahasiswa tersebut dengan seksama, pelahan kedua sudut bibirku terangkat ke atas, ini mengingatkanku saat mengikuti unit kegiatan mahasiswa cinematography.

Semilir angin membelai lembut tengkukku yang tidak tertutup rambut, aku menyandarkan tubuhku ke anak tangga yang berada satu tingkat lebih tinggi, mataku masih menatap para mahasiswa tersebut, tiba-tiba terdengar seorang pria berdeham dari arah samping kananku, seketika aku menoleh ke arah sumber suara tersebut, pria itu kini duduk dan tersenyum kepadaku.

"Eh, lo bukannya yang waktu itu nolongin gue di transjakarta?" tanyaku terkejut.

Pria itu hanya mengangguk dan tersenyum, tidak lama kemudian dia mengarahkan tangan kanannya ke arahku, dengan cepat aku langsung menjabat tangan pria tersebut.

"Gue Radit," ujarnya masih tersenyum.

"Mariana," timpalku tersenyum.

Pria itu mengangguk dan masih tersenyum, sejak pertama kali aku bertemu dengan pria tersebut, tidak pernah sedetikpun aku melihat senyumnya luntur dari bibir merah kecil tersebut.

"Oh iya, lo ngapain di sini?" tanya Radit yang masih menatapku.

"Aku mau nonton opera tapi datengnya malah kecepetan, yaudah jadinya nunggu di sini deh."

"Oalahhh sama dong berarti, gue juga mau nonton opera," ujarnya yang lagi-lagi tersenyum.

"Oh iya," ujarku tersenyum.

"Lo ke sini sama siapa?"

"Sendiri."

Radit hanya mengangguk, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah depan, beberapa detik suasana menjadi hening, aku mengalihkan pandanganku ke depan, para mahasiswa yang tadi sedang syuting kini sudah tidak lagi terlihat, hanya ada para pengunjung yang berlalu lalang.

Kang In yang sedang terjebak lampu merah, seketika mengalihkan pandangannya ke arah kiri, otaknya perlahan menggiring kepada kejadian tadi malam.

Kini jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, Kang In beberapa kali menoleh ke arahku yang kini sudah tertidur pulas. Mobil Kang In berhenti tepat di depan gerbang rumahku, namun aku masih tertidur pulas, pria itu mencoba membangunkanku.

"Ri, kita sudah sampai. Hey, ayo bangun," ujarnya pelan sambil menepuk-nepuk pelan pundak kananku.

Beberapa kali Kang In mencoba membangunkanku, namun hal tersebut tidak berhasil, sampai beberapa menit kemudian, dia berhenti membangunkanku karena aku mengigau.

"Kang In-a maafin aku, maafin aku karena udah maksa kamu naik halilintar sampai kamu pingsan, lagian aku kesel sama kamu, pagi-pagi udah ngeganggu jam tidur aku. Aku beneran minta maaf, aku beneran takut kamu kenapa-napa, tolong jangan marah, aku beneran minta maaf, tolong maafin aku."

Lihat selengkapnya