Kini tahun sudah berganti, bulan demi bulan aku menjalani kehidupan yang lebih teratur, demi mendapatkan beasiswa S2 tahun ini, semua berkas sudah kukirim melalui jasa seniorku.
Aku juga meningkatkan kemampuanku dalam bahasa Korea dengan mengikuti kursus intensif. Aku belajar siang dan malam, bahkan ketika lelah sepulang bekerja. Setiap kali merasa ingin menyerah, aku teringat kembali bagaimana perjuanganku agar bisa sampai ke titik ini dan bayangan keluargaku yang bangga ketika mendengar diriku berhasil.
Dibalik kesibukanku dalam meningkatkan kemampuan bahasa Korea, aku juga disibukan dengan menulis naskah film untuk Paragon Pictures dan membuat naskah film yang akan di up di aplikasi Kwikku, serta menunggu pengumuman hasil lomba menulis novel yang diadakan oleh Kwikku dan Falcon Pictures. Aku sangat berharap bisa menjadi salah satu pemenang di lomba tersebut dan bisa bekerja sama membuat film bersama Falcon Pictures.
Tibalah hari yang dinanti, waktu pengumuman pun tiba. Berbeda dengan dua tahun sebelumnya, kali ini aku mencoba menenangkan diri. Aku berkata pada diriku sendiri,
"Apapun hasilnya, aku sudah berusaha sebaik mungkin."
Namun, saat membuka laman pengumuman, air mataku langsung mengalir deras. Di sana, terpampang namaku sebagai salah satu penerima beasiswa S2 ke Korea Selatan. Akulangsung berteriak kecil sambil menutup mulutku, sungguh aku tidak percaya dengan apa yang kulihat. Keluargaku yang mendengar teriakanku segera datang ke kamarku, mereka melihatku yang menangis bahagia sambil memegang ponsel.
"Aku berhasil, bun! Aku berhasil!" ucapku dengan suara bergetar.
Bunda langsung memelukku erat sambil menangis. Sedangkan ayah mengusap kepalaku dengan penuh kasih sayang dan berseloroh, "Ini berkat usaha dan keteguhan hatimu, dek. Ayah sama bunda sangat bangga padamu."
Kegigihan dan ketekunanku akhirnya terbayar. Semua usaha yang selama ini aku lakukan, serta air mata dan kekecewaan yang aku rasakan, semuanya terasa sepadan dengan kebahagiaan yang kini aku dapatkan.
"Dek!"
"Hah, kenapa?" ujarku terkejut dan tersadar dari lamunan.
"Aeehhh ari dedek nya kunaon ngalamun wae," ujar bunda yang duduk di samping kananku, aku hanya tersenyum simpul.
"Kamu gak mau berangkat ke Korea?" tanya ayah yang duduk di samping kiriku.
Seketika aku langsung menatap jam yang melingkari tangan kananku.
"Ya ampun udah jam 09.00 ternyata."
"Ya emang. Udah buruan sono, ketinggalan pesawat entar," ujar kak Andraste yang berdiri di samping Lee Kang In.
Aku, bunda dan ayah bangkit dari duduk, sungguh aku tidak bisa lagi menyebunyikan air mataku ini, air mata bahagia dan kesedihan, bercampur menjadi satu, bunda memelukku erat.
"Jaga diri baik-baik di sana ya dek, kalau ada apa-apa kabarin bunda, ayah atau kak Andraste, cerita juga sama Kang In," ujar bunda bergetar.