Panacea

Story Syndrome
Chapter #2

Chapter 2 - Cucu Oma Diana■

Damian menenggelamkan kepalanya, berharap ia dapat segera mengusir pening yang mengitari seluruh bagian dalam kepalanya. Hanya berpikir hal yang dilakukannya bisa menjadi solusi terbaik. Tanpa sadar bahwa seorang pria seperempat abad sedang melangkah menuju singgasana agungnya.

"DAMIAN!!!" seolah suara itu sanggup mengguncang seantero kelas.

Damian yang setengah sadar, malah memalingkan wajahnya dari orang yang telah memanggilnya.

Pak Gery terus saja menggubrak Damian, Namun Damian tak menggubrisnya. "Iya pak, saya denger," ucap Damian seketika saat pak Gery mengetuk bangkunya dengan penggaris papan.

Tak sungkan, Pak Gery pun meletakkan penggaris papannya dan melayangkan tangannya untuk membenarkan posisi kepala Damian. Damian hanya menurut.

"Makanya bro, kalo capek tadi ga usah masuk kelas. Mending cari ngadem di UKS," ujar Julian tiba-tiba mengoceh di samping nya.

Damian hanya memutar bola matanya jengah, ia hanya berpikir untuk meregangkan beberapa sendinya yang terasa kaku sejak tadi. Dengan istilah, ia ingin mengistirahatkan sendi-sendinya yang mulai berdenyut.

"Damian, tadi ada junior nitip ini ke lo," ujar Marsha tiba-tiba dari seberang bangkunya seraya menyerahkan bingkisan yang berulang kali Damian dapatkan.

Damian memandang bingkisan itu dengan helaan nafas, bosan. "Ambil aja!" titah Damian asal.

Marsha yang merupakan salah satu penggemar Damian pun hanya menyunggingkan senyum mirisnya. "Ini dari gue, Dam," ucapnya membenarkan.

Damian lalu dengan terpaksa mengambilnya seraya menghela nafas kesal, ia tidak mungkin menolak bingkisan dari teman baiknya itu. Sudah pasti akan mengena jika kasus penolakan bingkisan itu ia galakan. Marsha pasti akan sangat marah dan akan mengadu kepada kakak nya. "Makasih," singkat Damian.

"Kalo gak mau nerima gak papa, itu bingkisan dari mama gue," imbuhMarsha lagi.

Julian yang menatap Marsha terlihat menahan tawa, karena melihat tingkah Marsha yang selalu mengulang kejadian bingkisan itu. Jika Damian mendapat bingkisan, pasti yang akan dilontarkan untuk pengklarifikasian ialah itu dari orang lain. Mulai dari mengatakan bahwa itu dari adik kelas, tiba-tiba mengubah nama pemberinya menjadi dirinya sendiri saat ditolak. Dan saat diterima, mengatakan bahwa itu dari orang tuanya, entah itu ayah atau ibunya. Juga anehnya, Damian tetap saja bodoh saat Marsha melakukan kebohongan itu lagi. Damian memang pribadi yang paling unggul dalam sebuah pengabaian. Bahkan pengujian sosoknya telah terverifikasi.

"Damian, maju dan jelaskan diagram yang bapak tampilkan di layar!" tiba-tiba pak Gery memerintah Damian, sepertinya pak Gery memiliki dendam pembalasan yang terpendam dan akan segera meledak untuk Damian yang selalu saja membuatnya kesal dengan sejuta tingkah laku Damian yang selalu saja tampak tidak peduli.

Damian pun bangkit dari singgasananya dan melangkah maju ke depan kelas dengan berat hati. Ia menghela nafas ringan, lalu mulai menerangkan diagram perkembangan pengenalan budaya bangsa. "Pada tahun 2012 perkembangan pengenalan budaya bangsa internasional memiliki kemungkinan tendensi yang meningkat dibuktikan dengan atensi masyarakat lokal maupun domestik dari berbagai negara. Pada tahun 2013, taraf kunjungan seni meningkat sebanyak 2% dari tahun sebelumnya. Selain itu, eksistensi pembelian karya juga menunjukkan atensi yang luar biasa. Karya tersebut diantaranya karya lukis, patung, kendi, dan semacamnya. Dan dari tahun ke tahun bahkan tidak terjadi resesi pembelian dan persentase tertingginya ialah pada tahun 2017, peningkatan yang sangat menukik dari persentase yang lainnya. Data signifikan pengenalan budaya bangsa internasional 2013 sampai 2017," panjang kali lebar yang sangat disesali oleh Damian seraya terpejam menggigit ujung bibirnya seusai menjelaskan.

Spontan seantero kelas memberikan tepuk tangannya. Disamping itu nampak air muka pak Gery yang sudah memucat seolah ia dengan gila mengelap keringatnya dengan serbet kotor.

"UDAH BRO, LULUS SORTIR LO. GUE PASTIIN LO YANG BAKAL DAPET JABES* LUAR NEGERI TAHUN DEPAN," teriak Julian bangga terhadap sohibnya.*Jalur beasiswa.

"Duh, gini tuh bener jadi laki. Sohib gue baru. Bangga hati Ben," Ben Zerr yang mumpuni membuat seantero kelas menoleh padanya dengan bingung.

"Diem, lo beser! Budeg gue denger kata jadi laki lo!" geram Andra sesaat setelah Ben mengutarakan kata-katanya pada Damian.

"Syirik, astagfirullah. Ya Allah, tolong tambahkan kadar kesabaran hambamu ini. Apa jangan-jangan karena terlalu sabar, hamba diberikan cobaan ini. Jikalau begitu berikan hamba ketabahan untuk sanggup melewatinya," respon Ben berlebihan seraya menepuk-nepuk dadanya yang tidak terasa nyeri.

"IAN GUE DAH AH, MATA GUA KAGA SKEPTIS LAGI NIH. TERANG SPEECHLESS GUE, NOH GUE HAMPIR NETES," siapalagi jika bukan seorang Vano Devonick Ardaross.

Ya, seperti itulah respon yang pasti diterima Damian jika berulah dalam hal sejenisnya. Meskipun sosok yang tak acuh, namun hal itu tidak menepis kelihaian Damian dalam pelajaran.

Pak Gery yang termenung pucat tadi pun sampai lupa berkedip, sosok yang ia rendahkan sebelumnya ialah kebalikan dari asumsi yang selama ini ia perkirakan. Pak Gery akhirnya melepas air mukanya yang nampak pucat karena sedikit malu tadi, namun akhirnya ia tersenyum puas. Ia bahkan memerintahkan Damian untuk ikut dengannya pada jam pulang, sepertinya Pak Gery bermaksud pada suatu hal. "Setelah semua KBM berakhir, Damian tolong ke ruangan saya!" titahnya dengan gaya jelalatan.

Damian menggembungkan pipi nya, dan menaikkan alis seraya memejamkan mata nya. "Sibuk, pak," jawabnya lirih.

Pak Gery yang nampak tersihir dengan kemampuan public speaking milik Damian yang terlihat akurat pun terlihat sabar. Tiada gurat kemarahan atau bahkan gurat pembalasan terhadap tingkah Damian lagi. "Oke, besok. Jam istirahat pertama," terima pak Gery dengan lembut seraya menepuk pundak Damian ramah.

Damian hanya menganguk dan kembali ke singgasananya dengan tampang kusutnya setelah titah sang bapak Seni Budaya itu berkumandang. Bukan pemalas atau sok jual mahal. Damian hanya malas menanggapi perkataan yang tidak berguna Pak Gery itu. Bersamaan dengan duduknya Damian di bangku nya, waktu jam pelajaran Seni budaya usai. Dan, Pak Gery tampak bergegas keluar untuk beralih ke kelas selanjutnya yang akan ia bimbing.

Vano yang merupakan penunggu seberang Damian menepuk pundak Damian dengan kedipan mata mantapnya. "Gue bangga sama lo, bro. Ga sia-sia lo ada dalam setiap doa gue," ucap Vano sedikit berbisik.

"Efek ngeraguin lo tuh, sekarang jadi fanatik. Sebentar lagi guru sapa lagi," bisik Andra seraya menepuk bahu Damian yang duduk di seberang bangkunya.

Ben terlihat menyobek tengah bukunya dan merangkai kertas tersebut menjadi sebuah origami pesawat. Lalu melemparkannya hingga menyentuh tangan Damian. Saat Damian menoleh kepada Ben, Ben melayangkan sebuah simbol hati lewat tangan kekarnya.

"Semangat, cup. Jadi laki itu harus-" belum sempat Ben mengakhiri perkataannya, Vano sudah menamparnya. Ia kesal, pasalnya kata "Jadi Laki" itu selalu saja Ben lontarkan.

"Tuh kan, sepupu gue juga kesel masang kuping buat denger lo bilang 'Jadi Laki' mulu," imbuh Andra.

"Atit tau, om. Beyum celece ngomong udah ditabok," Ben dengan gaya memelasnya.

"Lo pantes ditabok, ganjaran setimpal," balas Vano.

Ronde satu pun dimulai, Vano bersama Ben dengan gulatan emosi masing-masing. Sungguh adu mulut dengan prestasi yang berkancah.

Tak mempedulikan, Damian sibuk memijit pelipisnya, harusnya ia frontal menolak penawaran guru seni budaya itu. Hanya saja, ia juga mempertimbangkan nilai sikap yang akan ia dapatkan nanti.

Berbeda dengan Vano dan Ben juga mungkin Andra, Julian sepertinya adalah member geng Damian yang paling waras. Karena kepribadian nya yang 11/12 dengan Damian, membuat Julian dikenal sebagai sosok yang top juga disekolah. Meskipun begitu sosok Julian jarang sekali mengabaikan orang lain seperti Damian, hanya ia memiliki tingkah laku bad dibalik layarnya. Juga ada persepsi bahwa sebenarnya Julian telah berteman dengan Damian sejak SMP dan membantu mengatasi masa pahit yang dilaluinya kala itu. Warasnya Julian ini dibuktikan dengan penyampaian opininya yang terpercaya membuat Damian menjadi sosok yang pasrah. "Just take it fine, dude. You just done something right. Let's think about the benefits of it," ucap Julian yang layak untuk diakui sebagai motivator handal.

"I already knew that I had to let of the wind go," terbukti Damian menerimanya dan tampak mulai tersenyum menenangkan dirinya yang selalu disibukkan oleh aktivitas sekolah.

Ben yang melihat Damian pasrah seakan tampak bahagia dan menghampiri Damian. "Applause buat ucup gua," selengeknya lagi. Vano spontan menyikutnya karena merasa geli dengan handalnya Ben memicu amarah Damian.

Namun, Damian hanya diam tanpa mengacuhkan perkataan Ben yang selalu saja mengusik namanya dengan sebutan 'Ucup'. Bukan Ben, bila tidak membuat Damian menahan kesal sendiri.

"Apa-apa jangan ditahan, bro. Sikat aja tuh Ben entar," bisik Julian mencoba memicu Damian. Naas, percuma hal tersebut hasilnya nihil.

✿☯✿

Semua KBM telah berakhir, kini masanya para siswi-siswa untuk bebas dari bangunan yang membuat otak mereka mendidih. Banyak dari siswa-siswi jenjang SMA Anson pulang dengan sorot yang lebih bersinar daripada saat ia berangkat untuk menerima segudang ilmu pengetahuan di kelas mereka. Walaupun wajah mereka tampak kumus dan kusut, tetapi semangat bebas itu seakan berapi-api.

Lihat selengkapnya