Serambu dan jendela yang terbuka lebar mempersilahkan hembusan angin masuk dengan semenanya tanpa ijin dan etika. Berdiri malas seorang Kinan di balkon dengan kedua tangan sebagai penopang tubuhnya. Ia sedang menyeruput teh hangat seraya menafsirkan maksud tidak masuk akal Diana. Sesekali ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Kok gue merasa ada maksud lain ya? Jangan-jangan mama ngenalin gue ke oma Diana buat nyomblang, terus jodohin? -batin Kinan kuat-kuat.
Telah kutemukan yang aku impikan, kamu yang sempurna....
Mendengar ponselnya melantunkan ringtone panggilan dengan lagu duet Rossa bersama Afgan, bersamaan dengan itu langkahnya beralih ke kamar. Ia mengambil benda pipih itu dan mengusap layar ke atas.
"Halo, siapa?" tanyanya.
"Halo, Kinan?"
"Eh?! Kak Damian?" kejut Kinan saat mengetahui suara seniornya itu.
"Maaf soal eskul, ad-"
"Oh ya, eskul. Tau ga sih kak? Aku itu udah nunggu lama banget, tapi jadwalnya ga dikirim-kirim sama kakak. Kesel tau!" sela Kinan dengan kesal.
"Gue kan udah suruh hubungin."
Kinan menghela nafas kasar. "Kan kakak yang punya nomer aku! Harusnya kakak yang hubungin! Kaya gapunya nomer aku aja."
"Ga punya!"
"Lha, ini?" serangnya terhadap pernyataan Damian.
"Baru dapet dari oma."
"Di formulir pas itu kan dicantumin nomor telepon?"
"Ga!"
"Kenapa?"
"Belum seleksi"
"Yang jelas dong!"
"Besok, ngumpul! Dijelasin!"
Tuttttttt.....
Menanggapi respon Damian yang asal mengakhiri panggilan dan menyisakan berjuta gurat penasaran membuat Kinan sangat kesal. Ia bahkan terlihat memanyunkan bibir sebelum akhirnya menutup jendela dan serambu.
Samano Heldan Now
Kakak baru pulang kerja, samperin kakak dong dikamar sebelah. Kakak mau cerita.♥
Melihat pesan yang baru masuk dari sang kakak membuat Kinan yang akan segera tidur mendengus kesal. Ia lalu menyambar bantalnya dan bergegas menuju kamar sang kakak.
Sesampainya dikamar sang kakak, Kinan memanfaatkan bantal tadi untuk menimpuk kepala kakaknya.
"Aw, sakit dek!" rintihnya kepada sang adik
"Gabisa kira-kira apa kalo mau manggil? Jam berapa ini? Maunya apaan sih?". Kinan memutar bola matanya jengah dan menyinggahkan tubuhnya disamping kakaknya.
"Dongengin kakak dong!"
Mengerti hal yang dimaksud kakaknya, Kinan pun menegakkan tubuhnya. "Masih mau idup? Udah ah, Kinan balik nih!" ancamnya kesal.
Tangan Samano dengan tanggap menggapai tangan Kinan yang hendak beranjak dari tempat tidur hingga akhirnya terduduk di kasurnya. "Iya, iya. Jangan ngambek gitu dong! Jeleknya tambah jelek, tahu?!"
"Makanya gausah mancing-mancing, umpannya gacocok!" gerutu Kinan menceramahi kakaknya.
Samano menatap Kinan penuh selidik, ia terus memicingkan matanya sedari Kinan menggerutu tadi. "Gitu? Padahal kakak penasaran lho sama yang namanya Damian," sampainya dengan nada jahil.
Kinan mencengkeram tangan kakaknya erat. Ia geram dengan kebiasaan kakaknya yang selalu ketagihan menggodanya. "Diem, kalo ngga, Kinan cekik nih."
Tangan Samano terulur untuk membelai kepala adiknya. "Sering-sering nyekar yah, kalo kakak beneran koid ditangan kamu," ujar Samano seraya mengulas senyum tipisnya.
Geram mendengarkan perkataan kakaknya yang lebih terdengar seperti sebuah cemohan membuat Kinan beralih membuka laci Samano. Ia memungut gunting yang awalnya bertengger didalamn laci. "Kinan gunting nih mulut kakak! Gunting nih! danta emang!".
"Sadis!"
✿☯✿
Sebuah tangan terulur seperti akan memberikan sebotol obat dalam bentuk sirup. Sosok pria berperawakan jangkung dengan marga Athlentino, Deff. "Makanya jangan sering keluyuran, flu deh akhirnya. Bersin-bersin terus dari kapan ini?".
"Beberapa menit abis nelpon Kinan," jawab Damian seraya menahan ingin bersinnya.
Damian yang sudah tak tahan pun akhirnya memutuskan untuk tidak menahan bersinnya, "Hatchi.....Hatchiiih."
"Tuh, sampai bersin-bersin. Kayanya kamu lagi diperbincang-hangatkan tuh dek kalo gitu," terangnya seraya memposisikan tubuhnya terduduk di kasur Damian.
Merasa pernah mendengar perumpamaan seperti itu. Damian sedikit menggeserkan tubuhnya mendekati sang kakak. Karena malas melontarkan kata-kata, Damian menuntut penjelasan dari kakaknya itu lewat sorot matanya. Ia menatap kakaknya seintens mungkin.
"Hampir 17 tahun idup didunia, bener-bener gatahu?" ungkap Deff tak habis pikir.
Damian hanya mengangguk kecil seraya menggaruk hidungnya yang sedikit gatal.
"Kalo orang bersin itu tandanya ada yang lagi ngomongin atau kalo nggak lagi diumpatin, kalo orang tiba-tiba jerawatan berarti ada yang suka. Tapi, perumpamaan terakhir ngga berlaku sama kamu ya? Padahal banyak cewek yang suka sama kamu sampe nyuap-nyuap oma pake segala macem."
Damian memutar bola matanya jengah. Ia lalu meminum obat flunya dan mematikan lampu tidur. Segera ia memposisikan bantalnya dalam zona ternyamannya tanpa memedulikan kakaknya yang diam seusai berceloteh menatapnya berharap untuk direspon.
"Tau ngga? Kemarin kakak punya firasat ada yang bakalan perang dunia ketiga. Ternyata Kinan ngumpat ke kamu terus-terusan didapur. Hehe, perang batin."
Damian tetap Damian, jika sudah menangkap maksud dari perbincangan yang dibawa kakaknya yang tidak berguna, ia akan beralih ke rutinitas yang lain yang lebih bermanfaat. Ya, tentu saja tidur karena malam sudah semakin larut. Hal ini ditujukan untuk memperbarui energi yang akan digunakan esok.
Seakan paham dengan adiknya yang mengantuk dan sudah memposisikan bantalnya dalam zona ternyamannya, Deff beralih mendekat lalu membelai rambut Damian. "Cepet sembuh, dek," sebelum akhirnya beranjak pergi.
✿☯✿
Tampak Julian dengan label begadang yang melekat erat masih termenung dengan mengutak-atik ponselnya. Ia terus menggulir layarnya seperti terbenam dengan berjuta atensi yang mengekorinya. "Sampe lupa gue, gue kan harus cek apa formulirnya udah kekirim atau belum. Masih on ga ya, si Vella?" ingatnya.
Ia pun membuka salah satu aplikasi sosial media yang terlampir dengan logo gagang telepon. Ia mengetikkan nama Vella agar pencarian terhadap orang yang dituju berlangsung lebih singkat. Sebelum akhirnya, memulai sesi telepon antara mantan ketua dan mantan wakil ketua Organisasi Siswa Intra Sekolah dimulai sesaat setelah menekan fitur telepon yang tersedia dalam aplikasi.
"Assalamualaikum, bu ketua," ucap Julian memulai percakapan.
"Jam berapa, dasar dodol!" sungutnya dari seberang telepon.
"Ya Allah, pengganti gue gada akhlak," cibirnya terhadap Vella.
"Waalaikumsalam, to the point aja!"
"Soal formulir udah lo serahin ke pak Raven?"
"Pak Raven kan tetangga jarak dua rumah gue, kelewatan kalo ga gue serahin."
"Syukur deh, ga kelewatan."
"Eh, gue mau curhat. Jadi, gue tuh lagi kasihan sama Damian."
"Lhah, kenapa?"
"Kebanyakan anak yang mau daftar nyerahin formulir ke Damian, dan ga sedikit dari mereka yang nyasar pas mau ke kelas Damian."
"Iya sih, kudu nyamperin berulang kali."
"Davina kan ketua basket buat bagian cewek, harusnya yang cewek nyerahin formulirnya ke Davina dong. Eh, malah semua nyasarnya ke Damian. Makanya, gue kaget kok Davina ga nyamperin gue buat nyerahin formulir."
"Ya, lo tahu kan tampang Damian gimana? Dan syukur, Damian masih peduliin mereka."
"Lo sih! Masa jabatan wakil ketua basket lo serahin ke Ben yang bego itu!"
"Eh, Gue manusia bukan mesin, neng. Ketua OSIS, ketua kelas..... Pegel gue nyambi lagi. Tangan gue cuma dua, jari cuma sepuluh."
"Makanya apa-apa jangan serakah!"
Julian terkekeh mendengar cibiran yang ditujukan untuknya. "Sesi curhatannya masih berlanjut nih? tadi marah-marah gue nelponnya kemaleman."