Panacea

Story Syndrome
Chapter #1

Chapter 1- Tahun Ajaran Baru■

Suara klakson kendaraan mulai menghiasi jalanan ibukota. Membuat aspal yang kokoh sedikit demi sedikit rapuh. Menyisakan berbagai macam ocehan pengguna jalan yang kesal melaluinya. Termasuk Damian Erdezzel Athlentino. Ia tidak hentinya berdecak kesal saat mengendarai ninjanya. Beberapa kali ia merasakan genjotan yang sangat menyiksa bokongnya yang singgah di jok motor. "Bangsat, lama-lama gue bisa depresi lewat nih jalan" ocehnya kesal.

SMA Anson, sekolah tempat Damian berpijak sekarang. Damian menduduki kelas 11 di sekolahnya.

"Bro!" ucap salah satu temannya yang disahut lemparan helm oleh Damian.

HAP✓ Misi sukses.

"Titipin helm gue ke satpam!" titahnya kepada teman yang menangkap helmnya itu.

Sebut saja, Ben. Ia adalah penangkap sukses helm Damian. Ben Zerr, kelengkapan name tag menunjukkan kepanjangan Ben.

"Cantolin spion aja, Dam. Repot amat jadi laki," saran Ben tampak menyibir.

"Helm gue sering ilang, dicolong maling," respon Damian dengan air mukanya yang tampak kesal.

Ben menahan tawanya. Ia tahu, pasti itu ulah siswi-siswi fans Damian. Ia tentu merasakan kesengsaraan Damian yang terus menerus membeli helm karena ulah teman-teman siswinya itu.

"Berulang kali helm gue ilang, kalo kaga beli mampus gue kena tilang," imbuh Damian.

Ben tertawa seraya memegang pundak Damian. "Untung, selama bawa motor elu berdoa. Biar ga ada pemeriksaan SIM, ya kan cup?" Ben dengan jelalat ampuh miliknya.

Damian menoyor kepala Ben. Dan, "Nama gue bukan Ucup. Bye, gue cabut dulu ke kelas."

Menyisakan Ben dengan kewajiban menitipkan helm Damian ke satpam.

✿☯✿

Damian masih dengan sorot matanya yang menusuk dengan malas meminta beberapa formulir ekstrakulikuler basket bersama ketiga alih-alih pengawalnya. Tidak! itu ketiga sahabat Damian.

"Vel, gue bawa ini dulu ke pak Raven," ucap Damian pada gadis yang bernama Vella.

"Sisanya gue taruh meja lo, ntar. Tenang aja, pak Ketua basket Anson yang paling spektakuler sepanjang kejayaan Anson," seperti yang diketahui dari ucapan Vella bahwa Damian adalah ketua basket.

"Bacot lo, Vel!" sindir Andra.

"An, gausah syirik sama cewek cantik lo! Oh ya Vel, kalo mau ke kelas Damian. Chat gue, gue kawal sampai kelas. Dijamin sampai kelas tanpa lecet. Penawaran terbatas lho Vel, jangan ditolak. Jarang-jarang nih gue," ucap Vano menyunggingkan senyuman dan kedipan konyolnya.

"Kebiasaan si Vano, cocok banget sama Vella," gumam Andra, yang juga merupakan sahabat Damian.

Tanpa diketahui, Damian telah menyudahi obrolan singkat itu. Ketiga temannya itu ikut tercengang, melihat lenggangan Damian yang telah melesat cukup jauh dari titik mereka berada. Damian memang tidak pernah sabaran! memang, Damian adalah sosok yang selalu buru-buru dalam hal apapun. Yang membuat cover berandal kesehariannya dapat ditepis mentah-mentah oleh kepribadiannya.

"Bener-bener si Damian," gumam Andra menggeleng.

Ben yang masih asik dengan ponselnya adalah yang terakhir menyadari posisi sendiriannya di kelas Vella. "Setan! gue ditinggal mulu!" kesalnya seraya mengejar ketiga temannya itu.

"Gak sabaran banget idup lo, Dam. Asik-asik gue di notice sama-"

"Neng Cupita? hm?" goda Vano menyela Ben.

"Ish, nama nya Pita bukan Cupita!" protes Ben.

Vano yang tersenyum dengan artian yang sangat sulit dipecahkan oleh Ben dan Andra yang menatapnya langsung berceloteh, "Abis nyarinya yang semok-semok kayak di sinema jodoh wasiat bapak," disambut toyoran dari Ben dan tawa lepas oleh Andra.

"Penonton setia jodoh wasiat bapak, nyet?" sindir Andra.

"Nyindir mulu, Tat. Bantat," kesal Ben.

Damian yang mendengarnya sambil melenggang saja sudah pening dibuatnya. Damian adalah tipe yang tidak suka keributan disaat tugas negaranya ini sedang dilaksanakan. Ia pun mempercepat lajunya.

✿☯✿

Damian terus celingak-celinguk saat mendapat sebuah pesan dari seorang siswi.

Kinan Olevin. : Kak, mau daftar basket. Samperin, udah di wilayah kelas 11 ini. Kelas kakak yg mana?

Damian yang tidak melihat kehadiran siswi junior yang bernama Kinan itu pun dengan lincah mengutik keyboard ponselnya.

Damian A. : Ciri?

Damian hanya mengetikkan itu, karena selebihnya adalah hal tidak penting jika ia terus melanjutkan.

Kinan Olevin. : Perempuan.

Damian menggeleng sabar saat melihat respon dari juniornya yang sungguh bukan yang ia maksudkan.

Damian A. : Ciri lo, bukan kelamin.

Setelah menunggu beberapa menit, Pesan Alency memenuhi maksudnya.

Kinan Olevin. : Rambut Dora, pake baju OR warna abu-abu.

Barulah Damian meninggalkan kelasnya dengan bebas, pasalnya awal-awal masuk semesteran banyak jam kosong.

Sesampainya Damian menemukan junior yang dimaksudnya, Ia menarik tangan juniornya untuk duduk.

"Ini kak formulirnya," ucap juniornya itu seraya menyerahkan formulir dengan wajah antusias.

Damian hanya mengangguk.

"Eskul basket hari apa aja kak? Udah ga sabar nih," ujar juniornya dengan nada kebelet.

Belum sempat Damian menjawab, salah satu teman laki-lakinya menyahut dan memanggil Damian. Ganggu, emang ada yang penting apa?, pikir Damian. Ia pun mengode juniornya itu dengan menunjuk handphone yang ia pegang. Kinan yang tampak mengerti pun manggut-manggut.

Itu Julian. Ketua kelas 11IPS-1. Walaupun jarang bercengkerama dengan Damian, ia juga merupakan teman dekat Damian. Ya, Julian memang tidak nampak seperti teman dekat, pasalnya beberapa tugas Organisasi Siswa Intra Sekolah selalu merecoki kisah hidupnya.

Damian menaikkan salah satu alisnya dengan tanda tanya. Julian yang mampu membaca maksud Damian langsung menjawab, "Hehe, tadi gue ceritanya kangen bro. Akhir nya gue bebas tugas mulai hari ini," dengan senyum andalannya.

Damian mengerutkan keningnya lalu menghela nafas. Dan kemudian, "Lo cabut jadi ketua kelas?" tanyanya.

"Bukan. Gue cabut dari OSIS,"

"Jabatan lo?" seraya tak habis pikir.

"Ya, udah jabatan gue di si Vella,"

Damian yang mendengar Julian berkata dengan ringannya pun menggelengkan kepalanya. Lalu meninggalkan Julian kembali ke bangku singgasananya.

Tak disangka, Vano dan Andra yang sedari tadi ribut masih melakukan adu mulut yang gemilang sampai saat ini. Mendengarnya saja sudah membuat telinga Damian berdenging. Ingin beralih dari suasana seperti itu, ia pun langsung menggeret Ben yang tertidur pulas di bangku paling pojok belakang.

"Mau kemana si, bro? Ga bisa diem. Tadi malem gue begadang tau ga, nemenin bokap liat bola," ujarnya seraya mengucek kedua bola matanya.

"Rooftop," singkat Damian.

Lihat selengkapnya