Roseanne adalah anak yang teramat taat aturan. Katanya sebuah aturan dibuat pasti untuk sebuah tujuan yang baik jadi berbekal stigma demikian Roseanne atau akrab disapa Rosé sesekali Rosie hidup dalam pola yang begitu teratur. Seolah hidupnya memang untuk mengikuti sistem yang ada. Dan ketika alur hidupnya tak sesuai sistem yang telah ia buat. Rosé jadi kewalahan. Ingin memarahi pun ia harus marah pada siapa. Pada bunda yang tidak membangunkannya? Pada ayah yang lembur hingga tak pulang sejak kemarin? Pada sang adik yang dengan jahil mematikan alarm di ponselnya? Atau pada sang kakak yang semalaman merecokinya dengan meminta Rosé ikut tampil dalam vlog untuk konten youtube sang kakak walau Rosé sudah menolaknya mentah-mentah. Kakaknya beralasan jika ia membuat konten bersama Rosé hanya untuk memenuhi permintaan pengikut sosial medianya. Sang kakak hanya ingin menunjukan betapa cantiknya adik-adik yang ia miliki. Hanin yang masih duduk di sekolah menengah pertama sama sekali tidak keberatan. Adiknya justru menyambutnya dengan suka cita. Berbeda halnya dengan Rosé. Jika kak Joy sangat suka menjadi pusat perhatian dan Hanin yang memang mudah sekali bersosialisasi maka lain halnya dengan Rosé. Ia sama sekali tak suka menjadi pusat perhatian ditambah Rosé memang sulit bersosialisasi. Lingkup pertemanannya pun kecil. Tapi si sulung sepertinya selalu punya jurus jitu untuk meluluhkan Rosé. Hanya dengan menawarinya lensa kamera keluaran terbaru. Rosé pasti akan luluh. Terkutuklah jiwa fotografi Rosé.
Bukan apa-apa. Hanya saja kakaknya merupakan salah satu youtuber yang sudah cukup terkenal di dunia maya. Itu artinya tidak hanya satu-dua orang yang akan menonton konten video sang kakak. Bayangkan saja jumlah subcriber youtube kak Joy hampir menyentuh angka seratus lima puluh ribu dan bayangkan berapa pasang mata yang akan melihat wajah Rosé wara-wiri di video. Membayangkannya saja Rosé tak sanggup apalagi jika ternyata dari ratusan ribu itu ada akun milik siswa di sekolahnya. Kepala Rosé tiba-tiba pusing.
"Lho kamu Roseanne 'kan? Si pintar dari kelas IPA?"
Sesungguhnya Rosé tidak begitu menyukai panggilan itu. Bagi Rosé ia bukan si pintar dari kelas IPA masih ada anak pintar lain seperti contohnya Gabriel si peraih juara ketiga OSN atau Sarah si maniak matematika. Rosé hanya kebetulan beruntung masuk ke kelas IPA satu yang diisi oleh siswa-siswa jenius.
"Tumben sekali Bapak lihat wajah kamu di antara wajah para pemalas-pemalas ini?"
Pak Haidar menunjuk barisan siswa terlambat di belakang Rosé.
"Sana kamu masuk ke barisan."
"Iya Pak."
Sebuah kepala tiba-tiba menyembul membuat Rosé hampir saja berteriak karena terkejut.
"Yang kedua." Chandra membuka suara.
"Hah?" Rosé mau tak mau menatap dengan wajah kebingungan. Bertemu kembali dengan anak laki-laki yang mengaku sebagai atlet panahan itu adalah sebuah bencana. Sesungguhnya Rosé selalu membentengi diri dengan para kaum adam. Pun bukan tanpa sebab. Ia bukanlah seseorang yang mengejar kenangan indah masa SMA. Di mana masa itu pasti diisi oleh cinta monyet dan sejuta tingkah remaja yang masih dalam masa pubertas. Ia tak peduli dengan itu. Ia hanya ingin menghiasai masa remajanya dengan hal yang lebih berguna. Baginya masa remaja adalah masa penentu. Masa di mana masa depannya mulai dirajut. Tak peduli jika ia dianggap aneh. Rosé memang tak ingin menjadi remaja kebanyakan. Jatuh hati hanya akan membuatnya tak berdaya. Diperdaya oleh cinta lalu menangis seharian ketika patah hati. Ia tak ingin mengalami hal seperti itu.
"Pertemuan kita yang kedua. Tinggal satu kali pertemuan lagi nih." Chandra memasang wajah super jenaka dengan satu alis yang sengaja di naik-turunkan. Kebetulan anak itu berdiri tepat di belakang Rosé.
Memilih tak menanggapi, Rosé berpura-pura mendengarkan ceramah pak Haidar walau tidak bisa karena Chandra terus saja mencerocos seperti petasan lebaran. Tidak bisakah hukuman segera dilakukan. Rosé tak ingin waktu belajarnya kian terbuang percuma walau ia tahu keterlambatannya adalah kesalahan seratus persen yang ia perbuat. Menodai label siswa baik-baik tanpa catatan buruk selama masa sekolah. Rosé tak akan berusaha menyangkal walau catatan putih masa sekolahnya mulai ternodai.
"Satu kali lagi lo jadi pacar gue dong."