“Good Morning teman-teman semua! Jangan lupa pada gosok gigi ya sehabis bangun tidur.”
“Apaan sih pin? GaJe* banget deh lu!” balas Kezia.
“Ya suka-suka gue dong. Protes aja lu jo. Dasar emak-emak!"
“Eh kalian kakak beradik kalo mau berantem di rumah aja ya jangan dibawa-bawa kesini.” Andre akhirnya ikut berkomentar.
Group chat tersebut membangunkan Ucup dengan celotehan teman-teman barunya. Bagi Ucup ini semua seperti mimpi. Belum genap seminggu dirinya bersekolah di SMA Nusantara, kini Ia sudah menjadi bagian dari salah satu group chat teman-teman sekelasnya.
Tepat di saat Ucup hendak menanggapi ocehan mereka, tiba-tiba Hernita menghubunginya. Ucup segera mengangkat telepon dan bercerita panjang lebar tentang kelas barunya.
“Kamu seriusan cup? Jadi sekarang kamu sekelas sama mereka semua? Ya Tuhan mimpi apa aku semalam! Ponakanku Ucup bakal jadi orang sukses gess!!” teriakan Hernita yang terdengar sangat nyaring membuat Ucup terpaksa menjauhkan ponselnya dari telinganya. “Ibu-ibu! Si Ucup satu kelas sama anak calon presiden loh! Iya beneran! Ini saya lagi telponan sama dia!” Dengan bangga Hernita memamerkan kabar bahagia tersebut ke para pedagang lainnya di Pasar.
“Jangan gitu ah bi. Ucup malu.” Ucup sudah membayangkan suasana heboh di Pasar. Semua pedagang yang lain pasti sudah mengelilingi Hernita dan ikut menguping pembicaraan mereka berdua.
“Ini berita baik nak! Harus diumumkan dong. Bibi seneng banget! Kalo kayak gini mah bibi yakin mimpi kamu untuk kuliah di luar negeri nanti bener-bener bisa kesampaian nak.”
“Makasih ya bi. Ini semua berkat dukungan bibi selama ini. Doakan Ucup bisa sukses disini ya bi.”
“Selalu nak. Yang penting kamu baik-baik ya disana. Yang rajin belajarnya.”
“Pasti bi. Ucup siap-siap ke sekolah dulu ya bi.”
“Ucup! Ini Mbok Dahlia cup! Nanti kalo kamu udah sukses di Batavia jangan lupa sama kita-kita ya!” Terdengar suara nyaring dari para pedagang di sekitar Hernita yang akhirnya dilanjutkan dengan ucapan selamat dari pedagang lainnya.
“Makasih Mbok Dah. Semangat juga ya buat ibu-ibu semua.” Sapa Ucup sebelum akhirnya Ia menutup teleponnya.
Ucup langsung bangkit dari tempat tidurnya dengan penuh semangat. Berbeda dari hari sebelumnya, kali ini Ucup merasa sangat antusias dan siap menyambut suasana baru yang menantinya di SMA Nusantara.
---
Mobil Angkutan Umum yang membawa Ucup menuju sekolahnya tiba-tiba berhenti di tengah jalan. Seluruh penumpang tampak kecewa dan saling bergantian memarahi pengemudi.
“Lain kali kalo mau narik, pastiin dulu dong kondisi mobilnya! Kalo kita tadi ditabrak sama kendaraan lain gimana coba?” Gerutu salah satu penumpangnya.
“Mohon maaf ya bu. Tadi pagi saya cek masih aman kok.”
Jawaban Sang pengemudi angkot justru dibalas dengan lebih banyak cacian para penumpang yang lain. Ucup tidak ingin memperkeruh suasana. Ia lebih memilih diam dan segera beranjak pergi dari sana.
“Ini pak uangnya.” Ujar Ucup sambil menyerahkan ongkosnya.
Supir tersebut kebingungan dan langsung menolak uang tersebut. “Gak usah dek! Ini kan mobilnya rusak. Bapak gratiskan buat semuanya.”
“Justru karena mobilnya rusak, bapak butuh uang untuk perbaiki angkotnya kan? Gapapa ambil aja pak. Lagian sekolah saya udah dekat kok.” Jawab Ucup.
“Makasih banyak ya dek. Saya doakan semoga adek nanti bisa jadi orang yang sukses!” ujar Supir tersebut sambil menyalami tangan Ucup dengan penuh syukur. Mata supir tersebut mulai berkaca-kaca.
Ucup tersenyum dan mengangguk pelan. Ia lanjut berjalan menuju sekolahnya. Meski jarak tempuh menuju tujuannya masih sekitar satu kilometer lagi, namun Gapura Sekolah Nusantara yang menjulang tinggi sudah bisa terlihat jelas dari tempat Ucup berdiri.
Ucup yang sedang berjalan kaki tiba-tiba dikejutkan dengan klakson mobil di belakangnya. “Hey, cup! Kok lu jalan kaki? Sini naik mobil gue aja.” Panggil Andre dari dalam mobilnya.
“Saya jalan kaki aja. Udah deket kok.” Sahut Ucup.
“Deket apanya? Masih lumayan itu kalo jalan kaki. Ayo naik aja.” Andre kini memaksa sambil membuka pintu mobilnya. Ucup tidak mempunyai pilihan. Akhirnya Ia memutuskan untuk masuk ke dalam mobil Alphard milik Andre untuk kedua kalinya.
Ketika Ucup hendak masuk, Ia langsung terkejut begitu melihat orang lain yang duduk di dalam mobil tersebut. Sosok yang selama ini hanya bisa Ia lihat di saluran televisi dan surat kabar kini berada tepat di depannya. Ucup mendadak gugup dan gemetar. Meski dirinya masuk ke SMA Nusantara berkat beasiswa dari Hendra Wijaya, namun sejak awal dirinya sudah memantapkan hati untuk memilih Guswono sebagai pemimpin negara selanjutnya.
“Cup, kenalin. Ini bokap gue.” Menyadari Ucup salah tingkah, Andre akhirnya memecahkan suasana canggung di antara mereka berdua. Andre langsung melipir ke kursi belakang sedangkan Ucup dipersilakan duduk di sebelah Guswono. Ucup berusaha sebisa mungkin untuk mengendalikan dirinya dan menutupi kegugupannya.
“Oh iya. Halo pak. Perkenalkan saya Yusuf Masadi. Biasa di panggil Ucup.” Tangan Ucup masih bergetar.
“Halo cup. Selamat Pagi.” Sapa Guswono dengan bersahabat. “Andre cerita banyak soal kamu. Katanya kamu asli dari Sukamadu ya?” tanya Guswono.
“Iya pak.” Ucup masih menunduk malu dan tidak sanggup melihat wajah Guswono.
“Wah dulu saya sering banget main kesana. Bahkan saya pernah bela-belain nyetir ke Sukamadu khusus untuk makan Jagung Bakar khas mereka.” Ujar Guswono.
“Hah? Bapak jauh-jauh ke Sukamadu cuman buat makan Jagung Bakar? Emangnya beda ya sama Jagung bakar yang lain?” sahut Andre.
“Wah jelas beda dong! Sukamadu itu punya bumbu khas tersendiri yang diolesi di jagung bakarnya. Katanya sih itu resep rahasia desa mereka.” Jelas Guswono.
“Kalo memang seenak itu, kok selama ini bapak gak pernah ajak aku sama Ibu kesana?” protes Andre.
“Ya kan kamu tau sendiri gimana sibuknya bapak selama ini? Jangankan ke Sukamadu, berkunjung ke tempat kakekmu yang di Batavia aja udah makin jarang kan?” jawab Guswono.