Jam sudah menunjukkan pukul dua belas malam namun Guswono masih belum bisa memejamkan matanya. Apa yang terjadi hari ini masih mengusik alam bawah sadarnya. Ucup mengingatkannya pada seseorang di masa lalu. Satu-satunya manusia yang bisa membuatnya meneteskan air mata.
“Bapak masih belum bisa tidur?” tiba-tiba suara Mirna memecahkan lamunannya.
“Iya bu.” Jawab Guswono. ”Saya ke dapur sebentar ya. Ibu tidur duluan aja.” Ia akhirnya bangkit dari ranjangnya.
Mirna mengangguk pelan. Seraya menyaksikan suaminya meninggalkan kamar, senyuman di bibir Mirna perlahan memudar. Sejak makan malam tadi, Mirna merasakan sesuatu yang berbeda dari sikap suaminya. Tiba-tiba Ia kembali merasakan ketakutan yang pernah mengancamnya belasan tahun yang lalu.
Guswono berjalan tergesa-gesa menuju ruangan kantornya sambil menghubungi seseorang. “Saya ingin kamu menyelidiki anak itu. Ada sesuatu tentang dia yang mengingatkan saya akan seseorang.” Ujar Guswono sambil menoleh ke belakang untuk memastikan tidak ada orang yang menguping pembicaraannya.
Andre yang baru saja kembali dari dapur merasa penasaran melihat tingkah ayahnya yang mencurigakan. Perlahan Ia melangkah menuju pintu ruang kerja Guswono dan mencoba untuk menguping pembicaraan ayahnya.
“Pokoknya saya gak mau tahu. Tolong kamu atur gimana baiknya. Saya tunggu laporan kamu secepatnya.“ Guswono menutup teleponnya dan membuka pintu ruang kerjanya dengan tiba-tiba. Andre yang dari tadi berdiri di depan pintu langsung tersentak.
“Loh Andre? Kamu kok ada disini?” Guswono mencoba bersikap sewajar mungkin.
“Tadi Andre dengar ada suara dari ruang kerja Bapak. Aku pikir ada maling masuk.” Dengan lihai Andre menutupi rasa malunya.
“Maling apaan? Ngaco kamu. Udah cepetan tidur sana.” Ujar Guswono sambil melangkah pergi.
Andre menggeleng-gelengkan kepalanya. Untuk urusan berpura-pura, Ia menyadari bahwa tidak ada manusia yang bisa mengalahkan ayahnya. Tingkah Guswono yang ganjil membuat Andre semakin yakin bahwa ada sebuah rahasia besar yang ayahnya coba sembunyikan darinya.
---
Sudah lebih dari setengah jam pria tersebut mengamati Hernita dari kejauhan. Hernita tampak masih sibuk berjualan dan melayani para pelanggan. Begitu suasana mulai lengang, pria itu akhirnya memutuskan untuk keluar dari mobil dan mendekati Hernita.
“Selamat siang. Ini kiosnya Ibu Hernita ya?”
“Iya betul? Ada yang bisa dibantu pak?” Tanya Hernita.
“Saya Nino dari SMA Nusantara, Batavia. Tujuan saya kesini untuk mengunjungi keluarga dari salah satu murid beasiswa kami, Yusuf Masadi.”
“Oh iya betul pak! Saya bibinya.” Ujar Hernita. “Keponakan saya gapapa kan? Apa ada masalah di sekolah?”
“Oh enggak kok bu. Yusuf baik-baik saja. Saya hanya ingin mewawancarai anggota keluarganya, mengingat Yusuf ini kan salah satu murid berprestasi di sekolah kami.”
Hernita yang awalnya tampak kebingungan langsung berubah sumringah. “Ibu-ibu!! Ini ada mas-mas ganteng dari SMA Nusantara Batavia, sekolahnya si Ucup! Aku mau di wawancara mereka loh!” pamer Hernita.
“Aduh mas ganteng kok sendirian aja? Saya juga mau deh diwawancara.” Tiba-tiba Dahlia, salah satu wanita paruh baya yang berjualan di sebelah Hernita menggoda pria tersebut.
Nino hanya tersenyum sungkan sambil mengangguk pelan.
“Saya bentar lagi udah mau selesai kok mas Nino. Nanti kalau udah beres boleh deh diwawancara. Gapapa kan?” tanya Hernita.
“Gapapa kok bu. Supaya lebih santai, mungkin kita bisa ngobrol di warung makan atau di rumahnya bu Hernita juga boleh.”
“Aw aw mas Nino mau ke rumahnya Mba Hernita? Kenapa gak ke rumah saya aja?” Dahlia masih belum menyerah. Nino semakin salah tingkah.
“Maaf ya mas. Teman saya emang gitu orangnya. Senang bercanda. Ya udah nanti mending ketemuan di warung makan seberang pasar aja ya.“ Melihat Nino yang tampak risi dengan godaan Dahlia, Hernita mencoba mencairkan suasana.
“Gapapa bu.” Jawab Nino sambil beranjak pergi.
Begitu pria tersebut meninggalkan area kios Hernita, Dahlia langsung menghampirinya. “Eh kamu mau ditawarin ketemuan di rumah kok malah nolak?”
“Apaan sih Bu Dah. Gak boleh gitu ah.” jawab Hernita.
“Kalo kamu begini terus, sampai kapanpun gak bakalan bisa dapat jodoh her. Lagian kamu mau cari apa lagi coba? Ucup sekarang udah besar. Bentar lagi dia kuliah dan kerja di luar. Terus kamu mau selamanya tinggal sendirian sampai keriputan? Ih kalo aku mah ogah ah.”
Hernita yang sudah kebal dengan candaan Dahlia memilih untuk tidak melanjutkan pembicaraan dan ikut menertawakan nasibnya. Hidup lajang di usia yang sudah tidak lagi muda bukanlah sebuah aib untuknya.
---
Momen yang Renata nantikan sejak kemarin pagi akhirnya tiba. Ucup kini siap memberikan jawaban atas permintaannya. Di area rooftop yang panas terik, mereka bertiga berdiri. Kevin dan Kezia sudah pulang lebih awal. Murid-murid kelas bawah juga sudah meninggalkan area sekolah. Suasana rooftop yang sunyi membuat Renata dan Andre semakin gelisah.
“Jadi.. Gimana cup?” Melihat Ucup yang masih terdiam membisu, Renata khawatir permintaannya tidak terkabulkan.