PANCA-GILA : Ucup left The Group

Alvin Raja
Chapter #12

Terungkap

Suasana aula yang ramai langsung menjadi hening begitu cahaya ruangan diredupkan. Nama Hendra Wijaya yang disebutkan oleh pembawa acara memberikan isyarat bahwa dirinya harus segera beranjak dari balik tirai panggung. Lampu sorot menyinari wajah Hendra Wijaya seraya Ia melangkah menuju ke tengah tribune. Banner dengan tulisan 75th Anniversary Yayasan Pendidikan Nusantara terpampang di belakangnya.

Hendra Wijaya membuka pidatonya dengan sambutan untuk Wicaksono selaku Presiden Nusantara sekaligus alumni sekolah ini. Ia lalu melanjutkan pidatonya dengan sejarah berdirinya Yayasan Pendidikan Nusantara.

“Dulu, sewaktu almarhum kakek saya mendirikan sekolah ini, tujuannya hanya satu. Ia ingin agar negeri ini memiliki sistem pendidikan yang mampu melahirkan calon pemimpin yang hebat di masa depan. Dan saya sangat bersyukur bahwa sekolah ini telah berhasil mewujudkan hal itu. Terbukti sejak sekolah ini berdiri di tahun 1946, setidaknya sembilan dari enam belas presiden yang pernah memimpin negeri ini merupakan alumni dari Yayasan Pendidikan Nusantara.” Spontan, seluruh hadirin di aula langsung bertepuk tangan.

“Namun saya juga ingat bahwa impian besar beliau sejak menjabat sebagai wakil presiden pertama di negeri ini adalah agar seluruh warga Negara Nusantara bisa menikmati Pendidikan yang layak. Negeri kita sudah merdeka sejak tahun 1942. Namun saya menyadari bahwa hingga saat ini, kualitas Pendidikan yang ada masih belum merata. Oleh karena itu, di tahun yang istimewa ini, bersamaan dengan Perayaan Anniversary Yayasan Pendidikan Nusantara yang ketujuh puluh lima, saya resmi mengumumkan bahwa kami akan melebarkan sayap untuk membuka lima puluh sekolah baru yang tersebar di berbagai desa-desa kecil di Nusantara agar mereka semua bisa mendapatkan kualitas Pendidikan yang setara dengan Batavia!” ujar Hendra dengan berapi-api. Tepuk tangan dari para hadirin terdengar sangat riuh mengiringi pengumuman besar ini. 

“Dia undang kita semua kesini untuk nonton kampanyenya ya?” bisik Guswono kepada istrinya. Mirna hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

“Salah satu bukti bahwa kami sudah memulai misi ini adalah dengan mendatangkan seorang murid berprestasi dari desa Sukamadu yang telah berhasil memenangkan Olimpiade Matematika tingkat nasional. Oleh karena itu, mari kita sambut, Yusuf Masadi!” Dengan bersemangat Hendra Wijaya mengundang Ucup ke atas panggung. Renata yang tidak mengetahui hal ini tampak sangat terkejut. Ia tidak menyangka bahwa ayahnya telah melanggar kesepakatan mereka untuk berhenti melibatkan Ucup dari agenda politik Hendra Wijaya.

Ucup yang dari tadi sudah keringat dingin langsung berdiri dan melangkah menuju ke atas panggung. Seraya Ia berjalan, tepuk tangan dari para hadirin mengiringi langkahnya. Sesampainya Ucup di atas panggung, Hendra Wijaya menjabat tangannya dengan mantap sambil membisikkan sesuatu ke telinga Ucup. “Pokoknya nanti kamu cukup jawab sesuai latihan kita kemarin ya.”

Ucup mengangguk pelan. Sudah ratusan kali dirinya mencoba menghafalkan dialog yang telah mereka persiapkan untuk malam ini. Setelah dipersilakan duduk oleh Hendra Wijaya, Ucup menarik nafas dalam. Ia berharap dirinya tidak mengacaukan dialog yang telah dipersiapkan untuknya.

“Jadi mungkin Yusuf bisa cerita sedikit tentang latar belakang kamu.”

“Selamat sore semuanya. Nama saya Yusuf Masadi. Biasa dipanggil Ucup. Saya berasal dari Desa Sukamadu. Sekarang sudah hampir tiga bulan tinggal dan bersekolah di Batavia, berkat kemurahan hati pak Hendra Wijaya.”

Melihat ini semua, Guswono tidak berhenti menggeleng-gelengkan kepalanya. Ia tidak menyangka bahwa kini Ucup sudah resmi menjadi boneka Hendra Wijaya.

“Wah saya kebetulan beruntung aja karena waktu itu ketemu sama bibi kamu.” Ujar Hendra Wijaya sambil tersenyum malu. “Mungkin Ucup bisa cerita apa yang telah memotivasi kamu untuk rajin belajar walaupun fasilitas yang ada di tempat kamu berasal kurang memadai?” Hendra kembali melanjutkan sandiwaranya.

Ucup terdiam sejenak. Entah mengapa, setiap kali Ia berlatih untuk menjawab pertanyaan ini, hati nuraninya kerap menghukum dirinya sendiri. Hendra Wijaya telah menyiapkan dialog panjang yang menyebutkan bahwa dirinyalah yang merupakan inspirasi Ucup untuk terus menggali ilmu. Padahal Ucup tahu bahwa hal itu tidak benar adanya. Ucup lalu menatap wajah Guswono dari atas panggung. Terlihat kekecewaan yang besar di wajah pria tersebut. Melihat ini semua, tiba-tiba muncul sebuah keberanian untuk mengikuti nuraninya.

“Pak Guswono yang menjadi inspirasi saya.” Jawaban jujur Ucup langsung menghilangkan senyuman di bibir Hendra Wijaya. Mendengar namanya disebut, Guswono tampak sangat terkejut.

“Berkat Pembangkit Listrik Tenaga Surya yang Pak Guswono bangun di desa Sukamadu, saya bisa terus belajar setiap malam. Kalau Desa Sukamadu masih terus mati lampu, mungkin saya gak akan ada disini.” Lanjut Ucup sambil tersenyum kecil. Melihat ekspresi Hendra Wijaya yang pucat pasi, Ucup menyadari bahwa dirinya telah membuat sebuah kesalahan yang luar biasa besar. Namun di saat yang bersamaan, Ia merasa lega karena berhasil menyingkapkan kebenaran yang sejak awal ingin Ia sampaikan, bukannya pernyataan kebohongan yang Hendra Wijaya persiapkan untuknya.

“Luar biasa! Mari kita beri tepuk tangan yang meriah untuk Guswono! Sosok hebat di balik prestasi Yusuf Masadi!” Merasa terjebak, Hendra Wijaya tidak punya pilihan lain selain mengikuti improvisasi yang Ucup mainkan. Seluruh hadirin langsung bertepuk tangan sambil menyoraki Guswono. Terdengar beberapa sahutan dukungan dan pujian untuknya. Hendra Wijaya berupaya keras menutupi kekesalannya dengan menyunggingkan senyuman palsunya.

Di tengah suasana aula yang meriah, Hendra Wijaya memberikan sebuah isyarat kepada Roy yang sedang berdiri di sayap panggung agar mengeluarkan amunisinya lebih awal dari rencana.

“Baiklah kalau begitu. Menyambung pembicaraan kita barusan, sebagai kejutan untuk Yusuf, mari kita sambut sosok luar biasa yang telah membesarkan Yusuf seorang diri sejak Yusuf masih balita.”

Tidak lama kemudian Sosok Hernita muncul dari balik panggung. Detik itu juga Ucup langsung tersentak. Kedatangan Hernita benar-benar diluar ekspektasinya.

“Bibi? Kok bisa ada disini?” Ucup masih tidak percaya. Hernita tidak menjawab. Ia hanya tersenyum kecil sambil memeluknya.

“Wah luar biasa! Sebuah reuni yang sangat mengharukan ya!” sahut Hendra sambil menyunggingkan senyuman lebarnya. 

Hendra Wijaya langsung teringat kunjungan daruratnya ke Sukamadu tiga bulan yang lalu, tidak lama setelah Ia mendengar kabar bahwa orang suruhan Guswono tengah melakukan penyelidikan terhadap identitas Ucup.

“Mas Hendra harus tenang. Seperti yang saya pernah bilang, kita gak boleh ambil langkah yang gegabah untuk masalah ini.” Ujar Roy di telepon begitu Ia mendengar perintah dari Hendra untuk segera meluncurkan serangan pamungkasnya.

Lihat selengkapnya