Kediaman Guswono terasa suram. Sejak mereka bertiga kembali dari acara ulang tahun sekolah Nusantara, Guswono selalu diam membisu seolah mengisyaratkan bahwa dirinya sedang tidak ingin diganggu. Keresahan yang Mirna rasakan selama tiga bulan terakhir ini akhirnya mencapai puncaknya. Ia sudah tidak tahan lagi dengan sikap misterius suaminya. Dengan segera Ia bangkit dari tempat tidurnya dan berjalan menuju ruangan kerja Guswono di lantai pertama.
Begitu Ia tiba di depan pintu, Mirna berhenti sejenak dan menarik nafas yang dalam sebelum akhirnya Ia memasuki ruangan Guswono. Setibanya Ia disana, Mirna mendapati suaminya masih terjaga. Guswono tampak sedang memandangi sebuah album foto yang langsung disembunyikannya begitu Ia menyadari kedatangan Mirna.
“Barusan habis lihat apa mas?” Sikap Guswono yang mencurigakan memancing rasa ingin tahu Mirna.
“Oh tadi habis lihat agenda kerja buat besok. Ibu kenapa belum tidur?” Guswono langsung mengalihkan pembicaraan.
Mirna tidak menjawab. Ia berjalan menuju meja kerja suaminya dan mencari buku album yang Ia lihat sebelumnya.
“Mana album fotonya? Kok disembunyiin?” Tanya Mirna dengan lantang.
“Album apaan? Gak ada kok.” Guswono masih mengelak.
Mirna tidak memercayai suaminya. Ia berkeras membobol pertahanan Guswono dan membuka laci yang diduga menjadi tempat persembunyian album foto tersebut.
“Ini apa mas?” tanya Mirna getir. Ia membuka album foto tersebut dan terlihat gambar wanita lain yang menemani Guswono di masa mudanya, Diana. Guswono merasa ditelanjangi. Ia sudah tidak bisa berkelit lagi.
“Kamu masih sayang sama dia?” Setelah terdiam selama beberapa detik, akhirnya Mirna memberanikan dirinya untuk menanyakan sebuah pertanyaan besar yang selama ini terus menghantuinya.
“Bukan begitu mir---”
“Kamu udah lupa sama apa yang udah dia perbuat mas? Kamu gak ingat gimana hancurnya hidup kamu gara-gara dia?” Bibir Mirna gemetar seraya Ia kembali membuka luka di masa lalunya. ”Saya yang selamatkan kamu dari dia mas!” Tanpa Mirna sadari air matanya sudah membasahi pipinya.
“Mir.. Dia udah gak ada.“ Seolah Mirna melupakan kebenaran ini, dengan pelan dan hati-hati Guswono mengingatkan istrinya.
“Saya tahu, mas. Tapi tingkah kamu selama tiga bulan terakhir ini bikin aku ngerasa seolah-olah dia masih ada.” Jawab Mirna sambil menangis terisak-isak.
Guswono tidak menjawab. Ia memilih untuk diam dan memeluk erat istrinya yang masih belum bisa berhenti menangis. Apa yang baru saja Mirna ungkapkan memang benar adanya. Selama beberapa bulan terakhir, wanita di masa lalunya, Diana seolah kembali menghantuinya dengan kehadiran seorang anak laki-laki polos dari Desa Sukamadu yang tiba di Batavia dan membawa sejuta rahasia.
---
Ucup tidak bisa tidur nyenyak. Apa yang terjadi di halaman belakang sekolah beberapa hari yang lalu masih terus menghantui dan bahkan menghampirinya kembali dalam mimpi.
Di dalam bunga tidurnya, Ia kembali ke halaman belakang aula. Ucup berada di dekapan Hernita. Suara tangisan wanita itu terdengar menggema. Perlahan, Ucup melepaskan pelukan bibinya. Lamat-lamat Ia menatap mata Hernita yang masih sembap.
“Bibi paham ini semua terlalu membingungkan. Bibi juga tadinya berharap gak berakhir seperti ini. Tapi terlepas apapun itu, bibi ingin Ucup tahu kalau Bibi benar-benar tulus sayang sama kamu.”
“Jadi maksud bibi selama ini saya dibohongi? Cerita bibi tentang ayah dan ibu saya itu semuanya fiksi?” Ucup sudah tidak bisa menutupi kegundahannya.
Mendengar pertanyaan itu, Hernita terdiam sejenak. Kisah asal muasal Ucup yang selama ini diceritakannya tak sepenuhnya dusta. Terselip sebuah kebenaran yang tersembunyi rapi di balik kebohongan besarnya.
“Sejak awal, Almarhum Ibu kamu minta tolong ke bibi untuk membesarkan kamu dan merahasiakan keberadaan kamu.” Hernita akhirnya memutuskan untuk mengungkapkan kebenarannya. “Tapi Hendra Wijaya gak tahu soal hal ini. Selama ini informasi yang dia dapatkan tentang kamu cuman sebagian.”
“Maksud bibi?” Ucup masih tidak mengerti.
“Dia tahu siapa ayah kamu. Tapi dia gak tahu siapa Ibu kamu yang sebenarnya.”
“Lalu Apa hubungannya Pak Hendra sama identitas saya?” Keganjilan yang dari tadi mengganggunya akhirnya ia ungkapkan juga.
“Karena Ayah kamu adalah lawan terbesarnya. Sejak awal dia ingin memanfaatkan identitas ayah kandung kamu sebagai senjata yang bisa menguntungkan posisinya. ”
Detik itu juga Ucup langsung terperanjat. Kini tirai penutup yang menyembunyikan rahasia kehidupannya mulai terbuka. Tak pernah sedikitpun terbesit di pikirannya bahwa manusia yang paling Ia segani dan kagumi selama ini adalah ayah kandungnya.
“Ini gak mungkin.” Ujar Ucup yang masih tidak percaya. Baginya, Ini semua terlalu gila untuk menjadi nyata.
“Bukan sebuah kebetulan Pak Hendra tiba-tiba datangkan bibi ke Batavia di depan Presiden Nusantara dan semua tamu besarnya.“ ujar Hernita. Ucup akhirnya tersadar. Pertunjukan yang Hendra tampilkan sore tadi sengaja Ia persiapkan untuk membongkar masa lalunya.
Tiba-tiba terdengar suara seorang pria yang sedang mencari keberadaan mereka berdua.
“Ucup.. Hernita.. Kalian dimana?” panggil pria tersebut dengan lantang.
Refleks, Hernita langsung mengatupkan bibirnya dan memberikan isyarat kepada Ucup agar tidak bersuara.
Ucup mengintip ke arah panggilan itu berasal. Tampak seorang pria yang sedang berdiri kebingungan. Laki-laki itu adalah sosok yang selama ini selalu setia menemani Hendra Wijaya kemanapun Ia pergi.
“Jangan sampai Roy tahu kita ada disini!” bisik Hernita yang masih ketakutan. Mendengar Hernita menyebutkan nama pria tersebut, Ucup akhirnya menyadari bahwa Hernita juga mengenal tangan kanan Hendra Wijaya.
“Kita harus segera pergi sebelum dia cegat bibi.” Ujar Hernita.