Kedigdayaan senjata keris pusaka Mpu Gandring tidak hanya menyunat kesaktian sihir, namun bahkan mengebiri kekuatan iblis sama sekali. Semua jenis dan macam ragam mahluk adikodrati yang berseliweran melalui portal gaib Dusun Pon dan terkena percikan energi dari senjata pusaka itu kelojotan tanpa pandang bulu.
Bocah-bocah setan dalam wujud tuyul bergulingan menggelinding hebat dalam kepanikan bagai kumpulan anak kera yang gusar. Genderuwo, jin, bahkan wewe gombel yang sempat menolong menyelamatkan anak Pak Guru Johan pun menghilang dan berdiam di sudut-sudut terjauh dari medan pertempuran.
Girinata memang dapat kembali muda. Segala keriputnya tertarik kembali, segala penyakit tuanya hangus dan segala tenaga serta semangatnya tertuang utuh lagi. Namun, bukan berarti luka-luka di tubuhnya dapat langsung kembali sembuh saat itu juga. Mungkin ia perlu mempelajari ilmu Rawarontek atau Pancasona bila menginginkan keahlian penyembuhan kilat semacam itu.
Meski begitu, walau tubuhnya terluka di berbagai bagian, ia sama sekali tak merasakannya. Yang ada dalam dirinya sekarang adalah api kesumat dan benci yang membakar rongga dada melihat istri sundel bolongnya menggelepar berteriak-teriak di atas tanah dalam bentuk gumpalan asap setengah berdaging setengah arwah bagai seekor belut dalam abu.
Girinata mungkin tak menguasai Pancasona atau Rawarontek, tapi ia bukan tak berilmu sama sekali.
Ia memandang tajam ke arah Soemantri Soekrasana yang menggenggam sebuah keris pusaka. Udara yang mendadak berubah drastis pastilah diakibatkan oleh kekuatan keris tersebut. Pusaka yang Girinata curigai sebagai keris legendaris buatan Mpu Gandring itu ternyata mampu melukai para mahluk gaib. Itu yang terjadi pada sang istri.
Tapi, meski tenaga dahsyat yang berpendar biru dari bilah keris itu membuat para hantu, jin, dan siluman ketakutan, Girinata juga memerhatikan hal lain. Soemantri Soekrasana terlihat sekuat tenaga memegang gagang keris sekaligus menahan ledakan tenaga yang keluar membuncah dari keris tersebut.
Girinata mengerti sekarang. Ia melihat kembali ke arah Marni yang masih berteriak kesakitan berselimut asap, kemudian memandang Soemantri Soekrasana dengan amarah yang menggedor-gedor palang kesadarannya.
Girinata merapal sebuah susunan mantra, sebuah ilmu hitam. Mantra yang diucapkannya adalah pembalikan bait-bait indah puja-puji kepada Tuhan alam semesta menjadi ayat-ayat kemaksiatan dan kerangkeng dosa.
Girinata berteriak tertahan. Kedua lengannya mendadak menghitam sempurna, begitu pula dengan kedua bola matanya.
Ayah dari Wardhani ini sudah paham dari awal bahwasanya keris pusaka itu memiliki kekuatan luar biasa dalam menundukkan segala jenis mahluk halus. Tapi sebagai sebuah pusaka yang dikutuk dan telah memakan banyak korban dalam sejarah, keris ini menyerap tenaga sang pengguna. Dalam hal ini Soemantri Soekrasana sedang tersedot tenaganya karena menggenggam pusaka yang nampaknya terpaksa ia gunakan karena harus menghadapi Marni si sundel bolong yang bukan bertindak seperti hantu biasa, melainkan diatur dan dimainkan oleh Girinata sendiri.
Kedua lengan menghitam Girinata berbau busuk dan tak menyenangkan, menunjukkan borok nan bangsai ilmu itu sendiri.
Girinata meraung keras menyerbu sosok dukun muda itu dengan kedua tangannya yang hitam legam jelaga busuk bobrok borok terentang ke depan.
Soemantri Soekrasana sudah siap dengan serangan apapun dari lawan. Keris Mpu Gandring sudah tergenggam nyalang menyalak menantang di tangan kanannya. Lembu Sekilan juga masih terikat mantra. Lakukan apa yang harus dilakukan pada laki-laki bejat jahat, pikir Soemantri Soekrasana.
Namun, seperti diketahui, Girinata bukan seorang laki-laki lemah apalagi bodoh. Ia hanya bajingan bajul bedugal yang penuh hawa nafsu dan berahi mengalir sebagai bagian dari darahnya. Tak sulit memahami bahwa Soemantri Soekrasana tak akan dapat diserang dengan cara biasa. Buktinya, Girinata bahkan terpaksa mencabut paku sundel bolong di puncak kepala istrinya untuk melawan Lembu Sekilan yang memungkinkan musuh terhindar dari segala jenis serangan fisik dan badaniah yang sengaja disarangkan untuk mencelakainya.
Kedua tangan terentang Girinata berhenti sedepa dari tubuh Soemantri Soekrasana. Ada asap tipis sama kelamnya dengan malam, merajut keluar bagai benang-benang tipis bergerak begitu cepat ke arah Soemantri Soekrasana.