Kepulan asap hitam yang berkelebat liar bagai seekor banteng menyeruduk Soemantri Soekrasana. Namun, udara kosong lah yang dihajar Wardhani, penyihir perempuan dalam rupa kepulan kelam tersebut. Tubuh Soemantri Soekrasana yang tadinya tanpa kuda-kuda tak awas itu harusnya mumbul mantul atau tersentak hancur diseruduk asap gaib. Nyatanya, badannya ditarik bergeser menghindar dengan cepat oleh sebuah kekuatan misterius dan akhirnya menyelamatkannya.
Lembu Sekilan? Sayangnya dukun muda itu tak sempat merapal ajian pertahanan diri itu. Lagipula, Lembu Sekilan tak bisa bekerja bila yang menyerang adalah mahluk gaib. Wardhani dalam hal ini dibantu oleh para mahluk gaib di dalam tubuhnya. Karena jelas sosok Wardhani keluar dengan membuka gulungan asap hitam yang terbentuk oleh kekuatan sihir. Serangan yang dilontarkan Wardhani tadi akibat kekuatan gaib pula.
Tak lama tubuh gadis itu terlihat membentuk sosok lain lagi. Kedua lengannya membentuk cakar harimau belang yang berkuku tajam melengkung. Sepasang kakinya kaki kuda. Ada kelebatan ekor ular di bagian belakang tubuhnya dan sayap hitam membentang di kiri kanannya. Empat mahluk adikodrati agung bercokol di tubuh sang ratu dedemit juru kunci gapura gaib Dusun Pon.
Wardhani menggeram. Semua biji giginya menghitam dan menajam layaknya mata gergaji. Sepasang mata dengan bulu lentiknya berubah memerah kontras dengan kulit wajahnya yang kini bukannya gelap, namun memucat seputih kapas.
Sosok campuran mahluk-mahluk adikodrati kegelapan agung yang berjubah kepulan asap hitam itu kembali melesat ke arah Soemantri Soekrasana. Sepasang tungkai kaki kudanya mendepak tanah, didorong oleh ledakan ekor ular raksasa dan hembusan kepak sayap gagak hitam terentang. Sepasang tangan cakar berkuku tajam hitam berkulit bulu loreng terentang ke depan, siap mencabik-cabik daging dan jiwa Soemantri Soekrasana.
Namun sekali lagi tubuh dukun laki-laki muda itu bergeser cepat, sedikit terseret, namun kembali lolos dari serangan gumpalan asap hitam penuh angkaramurka tersebut.
Wardhani terbelalak kaget sekaligus marah karena serangan keduanya yang lebih dipersiapkan, lebih cepat, lebih berbahaya dan lebih menakutkan karena langsung melibatkan empat entitas supranatural purba tersebut dapat pula dihindari sang lawan dengan sedemikian rupa.
Soemantri Soekrasana menghela nafas dan berdiri tegap. Ia kemudian baru memasang kuda-kuda silatnya. Beberapa sosok tuyul bertubuh kanak-kanak dan berkepala besar berlarian bersembunyi di belakang tubuhnya.
"Baik, baik. Terimakasih buat kalian semua," ujarnya perlahan kepala mahluk-mahluk gaib yang sudah pernah membantunya sebelumnya menceritahukan keberadaan Girinata di rumah Pak Guru Johan. Terjawab sudah bahwa bukanlah Lembu Sekilan yang menggerakkan tubuh Soemantri Soekrasana, melainkan mahluk-mahluk cebol berkepala besar yang cekikikan tapi bersembunyi di belakangnya.
Wardhani memicingkan mata, makin menggeram dan memamerkan deretan gigi yang tajamnya tak bisa dibayangkan itu. Para tuyul semakin mengkerut seperti anak-anak nakal yang ketakutan sekaligus bersemangat dengan degilnya terhadap amukan dan murka orangtua mereka akibat berbuat salah.
Soemantri Soekrasana membuka resleting tas selempang butut yang terkoyak berlubang di satu sudut itu. Ia mengambil sejumput kembang tujuh rupa yang telah lumayan kering dan tak segar lagi. Ia menaburkan kelopak bunga itu di tanah di depannya serta merapal sebuah mantra dengan cepat, tepat sebelum Wardhani dengan empat mahluk gaib di tubuhnya terlontar kembali dengan cepat ke arahnya.
Soemantri Soekrasana terdorong ke belakang. Para tuyul bubar berlarian menghilang ke balik pepohonan bambu dan kembali bersembunyi di sana.