“Kau seharusnya paham posisimu ada dimana! Jika sampai Tuan Angga marah dan tak lagi mau mengurusmu, maka yang akan dirugikan di sini adalah kami berdua. Tidak bisakah kau sedikit saja punya rasa terima kasih kepada paman dan bibimu ini atas jasa telah merawatmu? Jika kami mau, kau bisa saja kami buang ke panti asuhan sejak lama,” bariton seseorang dari arah ruang tengah. Intonasi suaranya persis mutlak seperti orang marah, atau ia memang sedang marah.
Perdebatan adu mulut antara paman dan keponakan ini berlangsung begitu sengit sejak sore hari tadi, tepatnya beberapa detik setelah hujan yang mengguyur kota hari itu telah mereda. Teh di atas meja yang semulanya mengepul panas pun kini sampai hanya menyisakan titik-titik uap setelah mendingin, diabaikan begitu saja sebab asyik berdebat satu sama lain. Sia-sia sudah sang bibi meracik beberapa rempah ke dalam teh itu, padahal bahan rerempahan ini cukup langka dan mahal di pasaran.
“Kalau memang kalian begitu keberatan untuk merawatku selama ini, kenapa sejak awal kalian tak membuangku ke panti asuhan saja seperti yang Paman katakan?” Sengit si gadis bersurai hitam itu kemudian.
“Ratna, tenanglah! Tolong jangan melawan pamanmu terus! Menurut bibi apa yang dikatakan oleh pamanmu itu ada benarnya juga, Nak. Tidak seharusnya kau pergi diam-diam kemari tanpa sepengetahuan suamimu, jika dia sampai tahu nanti bagaimana? Bukan hanya kau yang akan dirugikan, tapi kami di sini pun juga pasti akan menerima dampaknya,” sang bibi lantas ikut angkat bicara.
Gadis bernama Ratna itu pun lantas mendengus tawa dan mengembangkan senyum smirknya sebelum kembali menyahuti perkataan sang bibi, “Bibi tidak perlu berlagak membelaku, karena Bibi pun sama saja dengan Paman! Kalian berdua bersekongkol menikahkanku dengan anak priyayi itu hanya untuk memenuhi kepentingan pribadi kalian sendiri ‘kan!?” Gadis itu tampak meluapkan seluruh uneg-unegnya.
“Ratna!” Sang paman berusaha menyela.
“Hotel Nuwa masih bisa bertahan tanpa bantuan pihak luar, jika saja Paman dan Bibi mengelolanya dengan sungguh-sungguh seperti halnya ayah dan ibuku dahulu..”