PANDORA 1998

Putu Winda K.D
Chapter #3

SANG PEMILIK KEDUA

Jakarta hari ini..

Bagaimana kabar Jakarta hari ini? Aroma tanah kering yang tiba-tiba diguyur basah oleh air langit menyeruak keluar, wanginya membawa damai bagi sebagian manusia pecinta hujan. Aktivitas terbaik di saat-saat begini, kalau tidak tidur ya melamun menghayati tiap tetes air yang berjatuhan di balik jendela. Dua pilihan itu patut dicoba, percayalah, sebab hujan benar-benar membawa vibrasi positif bagi bumi dan manusia.

Namun, kali ini sedikit berbeda. Hujan bulan Juni yang mengguyur ibu kota hari ini malah dinikmati dengan pembicaraan alot yang terjadi di antara dua orang laki-laki di sebuah ruang pertemuan yang megah namun tertutup. Seorang pria paruh baya berdasi lengkap dengan jas dan sepatu hitam mengkilatnya, duduk berhadapan dengan seorang pria berpakaian klasik yang terkesan jauh lebih santai dari si pria berdasi. Sama sekali tak ada embel-embel dasi atau sepatu hitam mengkilat seperti lawan bicaranya, laki-laki satu ini malah hanya mengenakan kaos putih tanpa kerah yang hanya dibaluti oleh sebuah coat panjang hitam, lalu beralaskan sepatu sneakers. Dari sini sudah tampak jelas tentang siapa atasan dan siapa bawahannya, bukan?

Di atas meja kaca yang berpilarkan besi baja perak, sudah tersaji dua cangkir teh kayu aro yang menyeruakkan aroma wewangian dari kepulan asapnya yang hangat. Warna kemerahan dari seduhan teh yang dihasilkan ternyata berwarna senada dengan guratan-guratan di setiap pilar besar yang menyokong kokohnya ruangan besar ini.

“Kontrak dengan Perusahaan Arcadia telah selesai dibuat, Tuan, tinggal mengatur waktu pertemuan Anda dengan Tuan Arcadia. Lalu mengenai rencana akuisisi terhadap Perusahaan Horizon, kami masih melakukan negosiasi dengan sekretaris yang diutus sementara oleh Tuan Adam sebagai perwakilan dirinya untuk melaksanakan transaksi ini lusa. Kemudian, Tuan, mengenai impor furniture-furniture kebutuhan hotel yang sebelumnya Anda pesan, kapal importer yang diutus oleh Perusahaan Furama dikabarkan telah berlayar dari Pelabuhan Hai Phong pada pukul tujuh pagi tadi, dan diperkirakan akan tiba di Indonesia sekitar tujuh sampai delapan hari.”

“Bagaimana dengan proses perluasan teras tiga kamar suite di Timur?” Si laki-laki berpenampilan klasik itu lantas bertanya, walau tatapannya masih saja fokus pada lembaran-lembaran kertas yang sibuk dibolak-baliknya sejak tadi.

“Ah, untuk itu kami sudah menghubungi Tuan Suryono untuk menyuplai beberapa pekerja konstruksi terbaik dari perusahaannya. Mereka akan langsung dikirim untuk bekerja ketika semua bahan sudah rampung, Tuan. Akan tetapi..,” si pria berdasi menjawab, namun lantas memotong ucapannya sendiri dengan wajah gugup.

“Akan tetapi?”

“Hmm..begini, Tuan, mungkin Anda bisa membaca proposal anggaran untuk konstruksi kamar suite ini terlebih dahulu,” pria itu lantas menyerahkan sebuah proposal berbalut map warna hitam yang tentunya berisikan beberapa lembar berkas penting di dalamnya.

Untuk sejenak, keadaan di ruangan itu berubah menjadi hening kembali. Hanya terdengar bunyi gesekan dari kertas yang dibolak-balik oleh laki-laki berwatak dingin itu, tanpa ada tambahan suara apapun. “Harga bahan bakunya meningkat jadi dua kali lipat. Apa ini hasil akhir dari negosiasi yang kalian lakukan?” Sebuah pertanyaan lantas kembali diujarkannya setelah ia selesai membaca keseluruhan isi dari proposal yang ada di tangannya tersebut.

Lihat selengkapnya