“Tanda tangani ini!” Angga menyodorkan sebuah dokumen yang berisikan dua carik kertas hitam di atas putih kepada Ratna.
Sejenak Ratna sempat membisu, ia tampak fokus membaca beberapa kalimat yang tertuang di sana. “Apa maksudnya ini? Kau ingin mengakhiri kontrak kerja sama kita dengan delapan keluarga kehormatan!?” Ratna mulai meninggikan intonasi bicaranya.
“Penanya ada di atas meja,” Angga bersikap seolah tak menggubris pertanyaan istrinya itu.
“Jangan bicara omong kosong! Bagaimana bisa kau memutuskan hal sebesar ini secara sepihak? Apa kau tahu, delapan keluarga kehormatan telah menjadi salah satu bagian terpenting dalam siklus pendirian Hotel Nuwa sejak lama. Dan sekarang kau ingin memutus kerja sama yang telah dibangun baik oleh almarhum para pendahuluku begitu saja?” Ratna mulai mencak-mencak.
“Ya, aku tahu,” Angga merespons singkat, membuat Ratna benar-benar mulai merasa frustrasi. “Kalau begitu, lalu?” Ujarnya kesal.
“Hotel Nuwa dan delapam keluarga kehormatan memang telah menjalin kerja sama sejak dulu, namun tidakkah kau berpikir tentang bagaimana perkembangan jalinan itu saat ini?” Sahut Angga.
“Apa maksudmu?”
“Sama sepertimu, para tetua di keluaga itu pun telah mewariskan segala bentuk bisnis dan saham perusahaan mereka kepada keturunannya yang baru. Sementara Hotel Nuwa, hanya untuk menepati hutang balas budinya malah terus-menerus terikat dengan mereka, tanpa kau sadari bahwa mereka sama sekali sudah tidak peduli lagi dengan perkembangan dan operasional hotelmu ini. Atau bahkan mungkin mereka telah melupakan riwayat jalinan kerja sama kalian?”
“Jangan konyol, Angga!”
“Sudah kuduga bahwa kau masih saja berlagak seperti tuan putri yang manja. Biar kuberitahu satu hal padamu, sesuai yang telah diwasiatkan oleh almarhum pendahulumu, di setiap tahunnya Hotel Nuwa pasti akan mengirimkan banyak hadiah untuk kedelapan keluarga kehormatan. Undangan sebagai tamu naratetama selalu mereka dapatkan tiap kali Hotel Nuwa mengadakan perjamuan elit, dan mereka tentu sangat menikmati semua hal berkelas yang diberikan cuma-cuma oleh hotelmu ini. Bukankah menurutmu ini sama saja seperti mengambil kesempatan di dalam kesempitan? Para keturunan baru dari delapan keluarga kehormatan itu benar-benar sangat memanfaatkan semua pemberian kita tanpa ada timbal balik apapun, bahkan keberadaan mereka seolah menjadi bom waktu bagi kita. Mereka sudah terlalu banyak tahu mengenai rahasia kelam Hotel Nuwa. Tapi sepertinya kau masih saja tak mengerti. Aku curiga kau bahkan tak pernah mau mencari tahu tentang semua hal ini?” Angga berucap tegas, namun nada bicaranya masih sama seperti tatapannya yang sedingin dan setajam batu es di kutub. Dan Ratna sangat membencinya.
Mendengar semua perkataan pedas yang keluar dari mulut laki-laki itu tentunya membuat Ratna begitu geram. Telinganya bahkan sampai memerah karena menahan amarah, dan sejak tadi tanpa sadar gadis itu terus mengepalkan kedua tangannya di bawah. Beruntung saat itu ia masih bisa mengendalikan dirinya, kalau tidak mungkin saja vas bunga yang ada di atas meja di depannya ini sudah pecah terbanting olehnya. Sesuai sifatnya, Ratna tak suka ditentang.