PANDORA 1998

Putu Winda K.D
Chapter #8

BALON MERAH DAN INSIDEN DI PERPUSTAKAAN

“Aku sudah memberikannya padamu semalam, Ratna,” Angga lantas menjawab datar, membuat Ratna yang kini menatap Angga bingung. Kali ini keadaannya menjadi terbalik 180 derajat. “Aku harap kau tidak membuang dokumen yang kuminta Dyah bawakan untukmu,” imbuh Angga yang lantas membuat Ratna menatapnya dengan ekspresi wajah tercengang.

“Ah, maaf, Tuan Adisaka, sepertinya semalam aku terlalu kelelahan sehingga lupa membaca proposal itu. Aku terlalu teledor,” Ratna menjadi sedikit cengengesan dibuatnya, padahal ia sama sekali bukan tipe orang yang seperti itu ketika berhadapan dengan orang lain. Apalagi ini adalah manager hotelnya sendiri yang termasuk tokoh penting baginya.

Tak henti-hentinya Ratna merutuki dirinya sendiri karena menahan malu, namun tentu saja ia lebih merutuki laki-laki yang kini sedang terduduk manis di sebelahnya ini. Ya, siapa lagi kalau bukan Angga. Gadis itu geram karena menganggap Angga telah dengan sengaja ingin mempermalukan dirinya di hadapan Tuan Adisaka dengan mengambing hitamkan proposal anggaran itu. Argh! Kenapa pula ia bisa sampai ketiduran di bak mandi semalam, ini juga gara-gara Dyah yang memintanya berendam air hangat. Andai saja saat itu ia mandi air dingin, mungkin saja kejadian seperti ini tak akan terjadi ‘kan? 

“Tidak apa-apa, Nyonya, tidak perlu meminta maaf. Jika Anda ingin membacanya ulang, saya bisa memberikan salinannya kepada Anda,” ucap Tuan Adisaka kemudian.

“Tidak masalah, Tuan Adisaka, aku akan membantunya memahami topik yang akan kita bahas hari ini,” Angga mewakili Ratna menjawab tawaran tersebut.

Lagi dan lagi, Angga benar-benar seolah tak puas dengan cukup sekali membuat Ratna merasa dipermalukan, walau sebenarnya itu hanyalah spekulasinya sendiri. Pikiran negatif gadis ini terhadap suaminya itu sepertinya sudah benar-benar mendarah daging di otaknya.

“Silakan dilanjutkan, Tuan Adisaka,” ujar Angga kemudian.

“Baik, Tuan. Bisakah kita lanjutkan, Nyonya?” Tak lupa Tuan Adisaka meminta pendapat dari sang pemilik pertama.

Ratna pun kemudian hanya bisa mengangguk, “Tentu,” jawabnya singkat.

Tuan Adisaka lantas mulai membahas permasalahan yang harus ia bahas dengan Ratna pagi itu, sesuai dengan permintaan Angga kepadanya. Ia menjelaskan secara detail mengenai bagaimana proses negosiasi antara pihak hotel dengan Nyonya Adeline selaku pemasok ubin yang hendak digunakan dalam proyek mereka, ternyata mengalami hambatan akibat harga bahan yang terlampau mahal. Penjelasannya masih sama seperti ketika Tuan Adisaka menjelaskan kepada Angga beberapa hari yang lalu.

“…alternatif ini terlampau kurang efektif untuk diambil, sebab mengingat waktu kita yang singkat serta proses pengiriman yang terbilang cukup lama. Oleh sebab itulah, kali ini kami berencana untuk kembali melakukan negosiasi dengan Nyonya Adeline secara langsung tanpa perantara,” ucap Tuan Adisaka mengakhiri penjelasan panjang lebarnya kala itu.

Lihat selengkapnya