Rumah – meja makan? – suara tawa beberapa orang – tanda silang merah di tembok bercat abu-abu – lalu mobil – jalan raya – tongkat baseball – kerumunan orang – kaca pecah – suara jeritan dan tangisan
Semuanya mendengung. Kejadian yang benar-benar terputar acak, membuat kepala Ratna pun jadi ikut berputar-putar tak karuan. Singkatnya setelah itu, semua menjadi gelap. Entah ia masih sadar atau tidak, yang diingatnya terakhir kali adalah tiupan lembut dari segelintir udara yang dihasilkan oleh mesin pendingin di ruangan itu, masuk menggelitik paru-parunya hingga menjadi kebas. Ratna pingsan.
Pertama kali membuka matanya, Ratna merasakan sesuatu yang empuk mengganjal kepalanya. Lalu juga ada sesuatu yang membungkus tubuhnya dengan hangat. Ia tersadar bahwa sekarang dirinya sudah berada di atas tempat tidur empuknya, yang berarti ini adalah kamarnya. Apa yang terjadi?
“Apa yang terjadi?” Gumamnya setelah benar-benar tersadar dari tidur nyenyaknya.
Ah, kepalanya masih terasa pusing seolah puing-puing mengerikan dari kejadian semalam masih membuntutinya. Tapi tunggu, kenapa ia tiba-tiba bisa ada di kamar? Bukankah seingatnya terakhir kali ia ada di perpustakaan?
“Nyonya!?” Baru saja Ratna hendak memanggil pelayan pribadinya itu, tiba-tiba saja Dyah memasuki kamarnya dengan wajah panik.
“Nyonya, Anda sudah sadar? Astaga, Anda membuat saya sangat khawatir, Nyonya. Bagaimana keadaan Anda sekarang?” Dyah buru-buru menghampiri Ratna yang sedang berusaha mendudukkan dirinya bersandar di kepala ranjang. “Minumlah dulu!” Ia lalu menyodorkan segelas air putih yang dibawanya kepada Ratna.
“Bagaimana aku bisa ada di sini? Apa yang sebenarnya terjadi padaku semalam?” Ratna lantas segera melemparkan pertanyaan yang sejak tadi berenang-renang di kepalanya pada Dyah, tepat setelah dia meneguk sedikit air putih itu.
“Saya tidak tahu persis bagaimana kejadiannya, tapi semalam saya sempat mendengar suara bising seperti benda terjatuh dari dalam perpustakaan. Tapi karena saya tidak ingin mengganggu Nyonya, saya malah mengabaikannya dan berpikir bahwa mungkin saja Anda tak sengaja menjatuhkan sesuatu di dalam sana. Tapi setelah saya tunggu hingga jam satu dini hari, Anda masih belum juga keluar, padahal perjanjiannya hanya sampai tengah malam. Saya lalu beberapa kali mengetuk pintu perpustakaan itu untuk memastikan, namun Anda tak merespons setelah cukup lama. Jadi saya berpikir, kemungkinan Anda tak sengaja tertidur di dalam atau ada sesuatu yang lain. Namun karena merasa tak yakin, saya pun memberanikan diri untuk mengecek masuk ke dalam. Dan Anda tahu betapa panik dan terkejutnya saya ketika melihat Anda sudah tergeletak di atas lantai? Saya bahkan hampir menangis saat itu,” tutur Dyah menjelaskan sebuah kronologi singkat yang sama sekali tak Ratna ingat.
Ratna pun lantas menghela napasnya, “Tenanglah, aku baik-baik saja! Aku rasa semalam tekanan darahku menurun hingga membuatku tiba-tiba lemas dan pingsan. Tapi, Dyah, bagaimana aku bisa sampai ke kamar? Tak mungkin kau yang menggendongku sendirian ‘kan?” Ratna kembali bertanya.
“Saya menyeret Nyonya dari perpustakaan sampai ke kamar.”
“Apa!?”
“Hahaha..tidak, Nyonya, saya hanya bercanda. Sebenarnya semalam setelah panik melihat Nyonya tiba-tiba pingsan, saya langsung menemui Yoga untuk meminta bantuan. Untungnya dia masih terjaga saat itu. Lalu..,” Dyah tiba-tiba menjeda ucapannya. Ia seakan teringat sesuatu, sesuatu yang membuatnya ragu untuk melanjutkan kembali.
“Lalu?” Tentu saja Ratna dibuatnya jadi penasaran.
Dengan takut-takut dan wajah penuh keraguan, Dyah lantas melanjutkan ucapannya, “Lalu..Tuan Angga..dia..maksudku, semalam Tuan Angga yang membawa Anda ke kamar.”
“Angga?” Ratna tercengang. “Maksudmu, Angga yang..,” Ratna pun lagi-lagi dibuatnya menghela napas.
“Jangan marah, Nyonya. Jika bukan Tuan yang membantu saya membawa Nyonya ke kamar, lalu siapa lagi? Tidak mungkin saya membiarkan Yoga yang menggendong Nyonya ‘kan? Bisa-bisa kami berdua yang akan diamuk Tuan,” ujar Dyah.