PANDORA 1998

Putu Winda K.D
Chapter #17

POHON TABEBUYA

Keheningan sejenak menghampiri di antara jeda dialog mereka, menciptakan sebuah tanda tanya besar terhadap salah satunya. "Siapa kau sebenarnya? Dan untuk apa kau ingin mengulik masa lalu keponakanku sampai seperti ini?" Wanita itu balas bertanya.

"Anggap saja ini adalah imbalanku karena sudah menjaga rahasia gelap keluargamu. Aku pikir kau adalah orang yang bisa diajak kerja sama, Nyonya Mudan?"

Wanita paruh baya yang disebut-sebut sebagai Nyonya Mudan ini pun lantas hanya bisa menghela napasnya yang terasa berat, kini ia benar-benar terdesak oleh keadaan. Oh, bukan hanya oleh keadaan, namun juga oleh gadis muda yang terlalu mengeluarkan atmosfer mengintimidasi di depannya ini.

"Ah, ceritanya agak panjang, Nona, dan sepertinya akan terlalu rumit untuk Anda pahami."

Mendengar dalih dari lawan bicaranya, gadis bergaun merah ini malah semakin mencondongkan badannya ke arah meja sambil menatap lekat-lekat wanita dihadapannya itu. Ia lalu tersenyum tipis seolah meremehkan. "Tapi, aku suka mendengar dongeng yang agak panjang dan rumit seperti katamu itu, Nyonya Mudan. Kau jadi semakin membuatku penasaran dengan jalan ceritanya," ujarnya kemudian.

Wanita paruh baya ini pun lantas hanya berdehem kecil. Ya, sejak awal ia memang sudah tahu bahwa tak akan ada jalan keluar untuk kabur dari gadis licik ini. Entah bagaimana semua aib dan seluk beluk keluarganya bisa sampai bocor ke tangan gadis itu, hingga membuatnya jadi seolah diperas paksa oleh seorang bocah asing. Pada intinya, selama gadis bergaun merah itu masih mengincar keluarganya, maka ia tak akan pernah bisa mengelak walau sekeras apapun ia mencobanya.

"Bisa kau ceritakan kisahnya padaku, Nyonya Mudan?"

Ah, dunia terlalu kejam. Haruskah ia buka suara untuk membeberkan masa lalu kelam anggota keluarganya sendiri hanya demi sekotak uang pencuci mulut? Ia tentu keberatan, sangat. Namun apakah ada pilihan lain yang dimilikinya saat itu? Tentu saja jawabannya adalah tidak, jika ia masih mau hidup tanpa gunjingan orang lain akibat aib keluarganya sendiri.

"Sekitar bulan April di tahun itu, mereka tiba-tiba menjadwalkan keberangkatannya kembali ke Indonesia."

Apa yang terjadi waktu itu, di tahun 1998? Tahun yang digembar-gemborkan sejak awal cerita. Ratna tentu akan menjadi sangat penasaran jika ia yang mendengarnya, namun kali ini kasusnya berbeda. Bukan Ratna yang akan mendengarkan dongeng bagaikan kotak pandora ini, melainkan jatuh pada seorang gadis asing berpenampilan eksentrik yang sejak tadi membawa aura tekanan besar pada atmosfer di sekitar mereka. 

Jadi, bagaimana kisahnya? Baiklah, mari kita buka kotak 'pandora' pertama. 

Kehidupan pasar ikan pagi itu cukup ramai. Hiruk pikuk manusia-manusia era 20-an ini memenuhi atmosfer pasar, menggemakan belasan ribu frekuensi bunyi pada setiap pita suara yang menyeruak keluar. Pedagang dan pembeli saling adu argumen mengenai nilai harga barang yang cocok untuk mencapai sepakat. Pengunjung pasar lainnya pun beberapa tampak sibuk memilah-milah ikan segar di keranjang beranyaman bambu tali, beberapa yang lain mencaci makinya entah karena ukuran ikan yang kecil ditawarkan dengan harga membumbung atau karena kualitasnya yang tak sebanding dengan ekspektasi mereka. Bergeser sedikit ke sisi kota di sebelahnya, gedung-gedung pencakar langit banyak dibangun kokoh di atas tanah perkotaan padat penduduk ini. Pertokoan, pusat perbelanjaan, kedai-kedai makanan, hingga warung kelontong pun turut memperpadat huru-hara sibuknya kota bergelar mantan Batavia ini. 

Lihat selengkapnya