PANDORA 1998

Putu Winda K.D
Chapter #19

ALKISAH TENTANG SEBUAH TANDA SILANG MERAH

Bagaimana bisa sebuah desa yang awalnya selalu tentram dan damai tiba-tiba berubah menjadi desa kematian seperti ini? Siapa yang berulah sebenarnya?

Namun nahasnya, ternyata di sinilah puncaknya. Apa yang terjadi? 

Ketika Ratna dan Zeian baru saja tiba di depan rumah mereka, ada satu hal yang membuat keduanya lantas bertanya-tanya sekaligus kebingungan secara berjamaah. Bisa tebak apa yang mereka lihat? 

Sebuah 'tanda silang merah'. Sebenarnya hal ini sudah pernah disinggung di beberapa bagian penceritaan awal, tepatnya pada penggambaran memori acak yang membuat Ratna sampai pingsan di perpustakaan malam itu. Masih ingat? Ya, inilah yang ia hadapi di masa lalu, ingatan tentang 'tanda silang merah' itu ternyata berakar dari sini. Sebenarnya apa yang terjadi? Baiklah, mari kita bongkar isi kotak pandora pertama secara perlahan.

"Kenapa tembok rumah kita dicoret-coret seperti ini, Kak?" Tanya Ratna yang merasa sedikit terkejut setelah melihat beberapa coretan tanda silang di tembok pagar rumah mereka. 

"Pasti ada orang asing yang melakukannya. Sudah, biarkan saja, tak perlu dihiraukan!" Jelas di dalam wajah Zeian tersimpan kepanikan yang berusaha ia tutupi. 

Tanda silang itu membuatnya jadi berkeringat dingin, menggelitik tulang-tulang Zeian hingga membuat laki-laki itu gemetaran. Namun, tentu saja ia tak akan menunjukkan semua ketakutannya itu pada Ratna. Biarkan dia saja yang menanggung seluruh perasaan menjanggal ini sendirian. 

"Mereka belum pulang ya?" Gerutu Ratna sesampainya mereka di dalam rumah. 

Ia pikir kunjungan ibunya ke Hotel Nuwa hari ini tak akan berlangsung lama, dari pagi hingga hampir memasuki waktu petang. Sebenarnya apa yang dirapatkan oleh orang-orang ini hingga membuat ibunya ditahan sampai berjam-jam di hotel itu? 

"Mungkin urusan di hotel masih banyak, Na, paling tidak mereka akan pulang agak malam. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja. Kau masih punya Kakak di rumah 'kan?" Jawab Zeian sembari mengelus lembut kepala Ratna.

"Kalau begitu, malam ini Kakak harus memasak untuk makan malam kita!" Ujar Ratna kemudian. 

"Hm? Kau yakin aku yang memasak?" Tentu saja Zeian tak merasa yakin jika adiknya ini memintanya memasak dengan selugas itu, disaat ia tahu bahwa Zeian memang lemah dalam urusan memasak.

Lihat selengkapnya