Tepat di depan mata kepalanya sendiri, ia melihat bagaimana Zeian tergeletak berlumuran darah di atas lantai dengan tubuh yang sudah kaku tak bernyawa. Zeian meninggal? Ya. Tapi apa yang membuatnya jadi sampai seperti ini? Siapa yang melakukannya? Kala itu Ratna hanya bisa menangis dan berteriak kencang meminta pertolongan, di tengah kegelapan yang masih melingkupi rumah itu.
Dalam ingatannya, setelah pintu rubanah itu dikunci paksa oleh Zeian, Ratna tak bisa melihat apa-apa lagi kecuali mendengar suara gaduh dari luar sana. Itu persis seperti suara orang yang sedang beradu benda tumpul, hingga pada suatu kesempatan Ratna pun memberanikan diri untuk mengintip keluar dari sela-sela lubang pintu. Dan kalian tahu apa yang dilihatnya? Sebuah adegan penganiayaan secara brutal terjadi di rumah itu. Zeian yang bersimpuh lutut - lalu ada seorang asing yang tanpa henti memukulinya dengan sebuah benda tumpul - darah yang tampak mengucur dari kepalanya – hingga pada akhirnya Ratna melihat laki-laki itu tersungkur lemas ke atas lantai. Sungguh pemandangan yang mengerikan, bukan?
Ratna bergetar ketakutan. Ia bingung harus melakukan apa jika sampai orang asing itu menyadari keberadaannya di balik pintu rubanah ini. Ingin melompat keluarpun rasanya tak bisa, ketakutannya yang telah mendarah daging pasca melihat adegan mengerikan itu membuat nyali Ratna menciut. Ia hanya bisa menahan tangisnya dalam diam, menutup mulut rapat-rapat agar sehembus suara napasnya pun tak bisa dirasakan oleh orang asing tersebut. Bisa kalian bayangkan bagaimana situasi yang dialami oleh gadis remaja berumur 17 tahun ini saat itu 'kan?
Beruntungnya, sang malaikat sedang memihak Ratna kala itu. Hal yang ditakut-takutkannya akhirnya hanyalah menjadi sebuah ketakutan semata, orang asing itu pergi begitu saja setelah membuat Zeian tunduk tak berkutik, walau ada satu masa dalam beberapa detik ia bisa melihat bagaimana pria berpakaian serba hitam itu sempat melirik sekilas ke arah pintu rubanah tempat Ratna berada.
*
"..putraku menjadi korban, sedangkan keponakanku mengalami depresi berkepanjangan setelah kehilangannya. Ditambah lagi ketika ia kehilangan ibunya dalam insiden keributan masal di ibu kota," Nyonya Mudan mengakhiri dongengnya.
"Inikah yang kau sebut sebagai insiden 'ninja' itu?"
"Benar. Di tahun 1998, desa kami memang sedang marak-maraknya dilanda serangan misterius dari orang tak dikenal. Mereka memburu orang-orang yang terpilih, terutama para pendatang asing. Targetnya pasti akan ditandai sebelum beraksi, seperti yang sudah kusebutkan tadi - mereka akan memolesi tembok pagar rumah calon korbannya dengan cat bertanda silang merah. Setelah itu, di malam hari para 'ninja' ini akan menyelinap masuk ke dalam rumah targetnya dalam keadaan listrik yang sudah dipadamkan. Dan begitulah selanjutnya, mereka membunuh secara brutal bahkan tanpa ada seorang pun yang tahu. Inilah yang kudengar dari kesaksian para warga yang pernah hampir menjadi korbannya, dan rata-rata tekniknya sama, membunuh dalam diam," tutur Nyonya Mudan.
"Lalu, kira-kira siapa sosok 'ninja' itu? Terutama ninja yang telah membunuh putramu? Apakah kau sudah bertanya pada suami tercintamu itu?" Tanya gadis bergaun merah itu lagi.
"Aku dan suamiku tidak tahu apa-apa soal siapa dalang di balik insiden itu," jawab Nyonya Mudan yang lantas langsung diserbu kembali oleh pertanyaan dari si gadis bergaun merah.