PANDORA 1998

Putu Winda K.D
Chapter #21

PANDORA KEDUA, SEPOTONG ENIGMA TAHUN 1998

Setelah insiden berdarah yang menimpa Zeian, Ratna pun sempat mengalami trauma hebat. Bagaimana tidak, setelah melihat proses kematian seseorang, pun orang yang paling ia kasihi, tentu siapapun pasti akan merasakan hal yang sama dengan yang dialami Ratna. Oleh sebab itulah, ibunya pun memutuskan untuk segera mengungsikan putri semata wayangnya ini ke hotel. Atas saran bibinya Ratna, mereka pun berencana untuk pindah esok hari sebab situasi malam yang tak memungkinkan untuk berkendara keluar desa. Namun tanpa sadar, ternyata keputusan itu malah membuat Ratna harus mengalami trauma yang lebih parah lagi dari ini. 

Tepat pada tanggal 14 Mei 1998, sekitar pagi hari menjelang siang, Ratna dan ibunya telah tiba di Jakarta. Nahasnya, mereka datang di hari yang salah. Jalanan hari itu macet, bukan oleh padatnya kendaraan melainkan oleh lautan manusia yang berkerumun memadati seluruh penjuru jalanan kota. Tentu saja hal ini menyebabkan mobil yang mereka dikendarai pun ikut terkena dampaknya, mereka tak bisa bergerak lebih jauh lagi akibat kerusuhan orang-orang di jalanan itu. Bahkan parahnya lagi, saat itu mobil mereka pun ikut menjadi korban. 

Beberapa dari orang-orang yang melakukan tawuran brutal ini lantas bergerak mengerumuni mobil yang dikendarai oleh Ratna dan ibunya ini, dan salah satu di antaranya mulai bertindak anarkis, mengetuk-ngetuk jendela mobil itu dengan kasar sambil berteriak-teriak. 

"Keluar! Cepar keluar!" Paksanya membentak-bentak. 

"Orang Tionghoa, Bang! Lumayan," salah satunya yang lain terdengar bergumam. 

Mereka terus memaksa ibu dan anak ini agar segera turun dari mobil, bahkan ada yang sampai mengancam akan memecahkan kaca mobil itu dengan tongkat kayu yang mereka bawa. 

"Ibu dan anaknya sama-sama cantik, cepat keluarkan mereka!" Ujar yang lain.

"Cih, dasar orang-orang Tionghoa tak tahu terima kasih. Sudah diberi lahan untuk tinggal malah ngelunjak! Cepat keluar atau kubunuh kalian bedua!" Sarkas mereka.

Walau diancam begitu, tentu saja sang ibu akan tetap melindungi putrinya ini. Ia sangat ingin menginjak pedal gas dan kabur secepat mungkin dari sana, namun nyalinya terlalu ciut untuk melakukan hal itu. Sebagai seorang wanita yang berhati lembut, ia takut jikalau keputusannya menancap pedal gas ini malah akan membahayakan orang-orang di luar sana. Bagaimana jika ia sampai membunuh orang? Atau setidaknya tindakan itu pasti akan melukai banyak orang. Namun di satu sisi, sebagai seorang ibu ia harus bisa melindungi putrinya bagaimanapun caranya. 

Lihat selengkapnya