Rapat eksektif mulai dilaksanakan pagi itu. Ratna termasuk seluruh kedelapan kepala keluarga kehormatan ini telah rampung menghadiri aula pertemuan di Hotel Nuwa, hari ini ia akan membahas tentang rencana pengajuan pemutusan kontrak kerja sama antara mereka. Perbincangannya pasti akan lumayan alot, oleh sebab itulah Ratna telah menyiapkan sesuatu hal istimewa yang akan membungkam mulut-mulut pembelot para manusia konglomerat ini. Ya, apalagi kalau bukan buku hitam? Di sanalah Ratna mulai mengeluarkan satu persatu pelurunya.
"Berani sekali bocah sepertimu mengancam kami dengan cara seperti ini!? Apa kau lupa dengan siapa kau sedang berhadapan saat ini?" Kepala Keluarga Atmojo mulai buka suara.
"Jangan gegabah, Nona Poegi! Kau mungkin telah menjadi pemilik sah dari Hotel Nuwa, tapi bukan berarti kau bisa bertindak lancang seperti ini kepada kami!" Timpal kepala Keluarga Rahardja.
Ratna yang diserbu dengan berbagai serapah itu pun hanya bisa menghela napasnya, "Aku hanya ingin mencari jalan tengahnya. Selain itu, sayangnya aku tak mewarisi sifat penyabar ibuku, oleh sebab itulah aku ingin menyelesaikan semua transaksi ini dengan cepat. Jadi kumohon kerja sama dari kalian," jawab Ratna dengan nada bicaranya yang terkesan santai dan ogah-ogahan.
"Lancang! Apa menurutmu kau sudah menang dengan hanya menggunakan buku hitam sebagai perisai? Jangan salah, tindakanmu ini bisa saja menjadi boomerang untukmu. Gadis kecil sepertimu tidak akan mengerti tentang apa artinya menerima konsekuensi!" Sahut kepala Keluarga Soedjojo kemudian.
Dan..BRAK! Belum sempat Ratna menjawabnya, tiba-tiba saja dari arah luar terdengar bunyi gebrakan pintu yang terbanting keras. Ada yang datang, membuka pintu itu dengan kasar hingga menabrak tembok di sampingnya dengan hantaman keras.
"Maaf, aku terlambat." – Ternyata yang datang adalah Angga.
Setelah menyela rapat dengan tindakan yang tak sopan, laki-laki ini tanpa rasa bersalahnya lantas berjalan menuju meja bundar itu dan menarik kursi yang masih kosong di sana. Ia lalu mendudukkan dirinya dengan santai tanpa memedulikan tatapan sinis orang-orang itu yang kini semuanya menjurus padanya.