Angga, laki-laki ini tentu sudah mengetahui transaksi apa yang telah dilakukan antara Ratna dan neneknya itu hingga semuanya berjalan dengan begitu lancar. Maka 'lagu lama' pun terulang kembali, perdebatan suami-istri yang tak kalah alotnya dari ketika Ratna berhadapan dengan kedelapan keluarga kehormatan.
"Kau selalu bertindak tanpa menggunakan akal sehat, memutuskan segala sesuatu sesuai dengan analisis pendekmu itu. Apa kau memang orang yang seperti ini?" Angga mengawali pertengkaran mereka malam itu.
Setelah melalui makan malam yang beku, pada akhirnya semuanya meletus di ruang kerja Angga. Kebekuan yang sempat Ratna rasakan ketika berada di ruang makan tadi, kini seketika berubah drastis menjadi hawa lahar setelah ia berada di ruang kerja suaminya ini.
"Kau tak harus mengkritikku seperti itu 'kan? Katakan saja apa yang ingin kau katakan padaku, tak perlu menyindir tentang sifat dan karakterku," sahut Ratna.
"Kalau kau memang tak suka berbasa-basi, maka jawab pertanyaanku ini dengan alasan yang bisa kuterima! Kenapa kau menyetujui surat perceraian itu tanpa memberitahuku? Apa kau pikir hanya dengan satu tanda tanganmu surat itu akan menjadi sah?" Ucap Angga kemudian.
Ratna sempat menelan ludahnya sebelum menjawab. Ia gugup dan bingung, walau cepat atau lambat Ratna pun memang harus memberitahu Angga soal masalah ini.
"Selain itu merupakan syarat yang diajukan oleh nenekmu, perceraian ini memang sudah seharusnya terjadi 'kan? Bukankah kau menikahiku hanya untuk mempertahankan posisi Hotel Nuwa? Sekarang semuanya sudah bersih, aku pun sudah mulai mengerti bagaimana cara mengelola hotel sebagai seorang pimpinan, jadi tugasmu pun secara otomatis sudah berakhir," jawab Ratna.
"Apa kau benar-benar menganggap pernikahan ini sebagai sebuah sokongan atas diriku untuk hotelmu itu? Begitukah?"